Kamis, 19 November 2009

KEKAYAAN BARANG TAMBANG INDONESIA DAN PROBLEMATIKANYA (Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian dan Kepulauan Sunda Kecil)

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab

Pendahuluan
Indonesia memiliki 17.504 pulau (data tahun 2004), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia hidup. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya.

Indonesia terdiri atas pulau-pulau utama: Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Irian, dan dengan ribuan pulau-pulau sedang dan kecil berpenduduk maupun tak berpenghuni. Wilayah ini merupakan konsentrasi penduduk Indonesia dan tempat sebagian besar kegiatan ekonomi Indonesia berlangsung.

Pulau Jawa
Pulau Jawa, merupakan pulau yang terpadat penduduknya per kilometer persegi di Indonesia. Pulau melintang dari Barat ke Timur, berada di belahan bumi selatan.

Barisan pegunungan berapi aktif dengan tinggi diatas 3.000 meter diatas permukaan laut berada di pulau ini, salah satunya Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Bromo di Jawa Timur yang terkenal sangat aktif. Bagian selatan pulau berbatasan dengan Samudera India, pantai terjal dan dalam, bagian utara pulau berpantai landai dan dangkal berbatasan dengan Laut Jawa dan dipisahkan dengan pulau Madura oleh Selat Madura. Di bagian barat pulau Jawa dipisahkan dengan pulau Sumatera oleh Selat Sunda dan di bagian timur pulau Jawa dipisahkan dengan pulau Bali oleh Selat Bali.

Saat ini pulau Jawa secara administratif pemerintahan terbagi atas 6 provinsi yaitu: Banten, Daerah Khusus Ibukota - Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa - Yogyakarta dan Jawa Timur.[1]

Dalam hal barang tambang, PT. Krakatau Steel adalah perusahaan di provinsi Banten yang memproduksi Baja terbesar di Indonesia. Sedangkan di Jawa Barat menghasilkan produksi tambang unggulan. Pada 2006, berhasil dieksplorasi 5.284 ton zeolit, 47.978 ton bentonit, serta pasir besi, semen pozolan, felspar dan barn permata/gemstone. Potensi pertambangan batu mulia umumnya banyak terdapat di daerah Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Kuningan, dan Sukabumi.[2] Di provinsi Jawa Timur ada PT. Lapindo Berantas yang mengeksplorasi minyak gak dan gas bumi dengan kontrak kerjasama.[3] Juga ada Blok Cepu, yaitu wilayah kontrak minyak dan gas bumi yang meliputi wilayah Kabupaten Bojonegoro dan Tuban- Jawa Timur, dan Kabupaten Blora - Jawa Tengah, diperkirakan mengandung sumber daya minyak bumi 600 juta barel dan sumber daya gas bumi sekitar 1,7 triliun cubic feet (Jambaran) yang kesemuanya dibawah kendali ExxonMobil sebuah perusahaan minyak Amerika Serikat.[4] Namun pada umumnya kekayaan barang tambang di pulau ini tidak sekaya yang dimiliki pulau sumatera.

Pulau Kalimantan
Kalimantan merupakan nama daerah wilayah Indonesia di pulau Borneo (wilayah negara Malaysia dan Brunei juga ada yang berada di pulau Borneo), berdasarkan luas merupakan pulau terbesar ketiga di dunia, setelah Irian dan Greenland. Bagian utara pulau Kalimantan, Sarawak dan Sabah, merupakan wilayah Malaysia yang berbatasan langsung dengan Kalimantan wilayah Indonesia dan wilayah Brunei Darussalam; di bagian selatan dibatasi oleh Laut Jawa. Saat ini pulau Kalimantan secara administratif pemerintahan terbagi atas 4 provinsi yaitu: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

Secara geologis, Kalimantan Tengah terdiri atas satuan batuan beku (25%), bantuan sedimen (65%) dan batuan metamorf (10%). Ketiga satuan batuan ini membawa potensi bahan galian tambang yang beragam. Pada satuan beku ini, erdapat di bagian utara Kalimantan Tengah dan dikenal sebagai ”Borneo Gold Belt”, tersimpan potensi emas dan perak serta beberapa jenis logam dasar. Di Kalimantan Tengah kini tersedia potensi 3,5 miliar ton batubara, terdiri atas 1.6064 miliar ton dengan klasifikasi tereka, dan 684.931 juta ton dengan klasifikasi terukur. Target produksinya memang 5 juta ton per tahun, meskipun realisasinya baru mencapai 2 juta ton akibat kendala angkutan. Diperkirakan produksi 2009, akan mencapai 20 juta ton per tahun.[5]

Di Kalimantan Timur saat ini terdapat enam perusahaan yang telah memproduksi minyak bumi, masing-masing Pertamina, OPEP Sangata, tiga perusahaan asing serta dua perusahaan swasta nasional. Di lihat dari perkembangannya, produksi minyak mentah, gas alam dan batu bara mengalami peningkatan. Produksi minyak mentah pada 2004 sebesar 58.975,99 barell sedangkan produksi gas alam sebesar 1.220.287,54 dan produksi batu bara sebanyak 63.769.646,04 ton. Sementara pada 2005, produksi minyak mentah 57.025,99 barell, produksi gas alam 1.110.900.740 MMBTU dan batu bara sebanyak 81.517.819,59 ton, Sedangkan untuk tahun 2006 produksi minyak mentah 13.476,48 barel, produksi gas alam 292.227,42 MMBTU, dan produksi batu bara sebesar 58.489,691,98 ton.[6]

Sektor pertambangan di Provinsi Kalimantan Selatan di dominasi oleh migas dan batu bara, namun migas cenderung mengalami penurunan, batu bara justru mengalami peningkatan yang cepat. Produksi batu bara pada tahun 2O04 mencapai 45.032.100 m3 ton dengan peningkatan mencapai 7% dari tahun 2003 yang hanya mencapai 41.344.695 m³ ton, sedangkan produksi minyak mentah 394.976.000 ton dan produksi gas alam sebanyak 23.240,50 ton.[7]
Pulau Sulawesi
Pulau Sulawesi, merupakan pulau yang terpisah dari Kepulauan Sunda Besar bila ditilik dari kehidupan flora dan fauna oleh karena garis Wallace berada di sepanjang Selat Makassar, yang memisahkan pulau Sulawesi dari kelompok Kepulauan Sunda Besar di zaman es.

Saat ini pulau Sulawesi secara administratif pemerintahan terbagi atas 6 provinsi yaitu: Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Salah satu faktor yang mendorong tingginya PDRB Provinsi Sulawesi Selatan adalah sektor pertambangan. Produksinya mencakup emas, mangan, besi, pasir besi, granit, timah hitam, batu nikel sebagai produk unggulannya.

Sulawesi Tenggara sumber daya alam yang potensial adalah sektor pertambangan seperti aspal, marmer dan biji nikel. Lokasi penyebaran aspal di Kabupaten Biton dan Kabupaten Muna. Luas areal pertambangan aspal dikedua kabupaten itu sebesar 13.003,67 ha dengan jumlah cadangan potensi/deposit mencapai 680.747.000 ton.

Setelah di eksplorasi di Sulawesi Barat, juga potensi minyak dan gas bumi terdapat di Kabupaten Bloka Surumanal Pasangkayu, Kurna, BudangBudong, dan Karama.

Potensi tak kalah penting di provinsi Sulawesi Tengah adalah juga bidang pertambangan dan energi. Seperti emas mancpai 16.000.000 ton, molibdenum mencapai 100 juta ton, granit potensi cadangan terukur berdasarkan hasil pemetaan semi mikro 1: 50.000.

Irian dan Maluku
Kepulauan Maluku dan Irian, terdiri dari 1 pulau besar yaitu pulau Irian dan beberapa pulau sedang seperti pulau Halmahera, pulau Seram, pulau Buru dan Kepulauan Kei dan Tanimbar serta ribuan pulau-pulau kecil lainnya baik berpenghuni maupun tidak. Garis Weber memisahkan kawasan ini atas dua bagian yaitu Irian dan Australia dengan kepulauan Maluku sehingga di kepulauan Maluku, flora dan fauna peralihan sedangkan di Irian, flora dan fauna Australia.

Pulau Irian juga merupakan pulau dengan kepadatan penduduk yang paling jarang di Indonesia, yaitu sekitar 2 orang per kilometer persegi. Saat ini secara administratif pemerintahan Kepulauan Maluku dan Irian dibagi atas: Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Irian Jaya

Pada provinsi Papua, provinsi ini sangat kaya dengan berbagai potensi sumber daya alam. Sektor pertambangannya sudah mampu memberikan kontribusi lebih dari 50% perekonomian Papua, dengan tembaga, emas, minyak dan gas menempati posisi dapat memberikan kontribusi ekonomi itu. Di bidang pertambangan, provinsi ini memiliki potensi 2,5 miliar ton batuan biji emas dan tembaga, semuanya terdapat di wilayah konsesi Freeport, sebuah perusahaan Amerika Serikat. Di samping itu, masih terdapat beberapa potensi tambang lain seperti batu bara berjumlah 6,3 juta ton, barn gamping di atas areal seluas 190.000 ha, pasir kuarsa seluas 75 ha dengan potensi hasil 21,5 juta ton, lempung sebanyak 1,2 jura ton, marmer sebanyak 350 juta ton, granit sebanyak 125 juta ton dan hasil tambang lainnya seperti pasir besi, nikel dan krom.

Jenis pertambangan dan energi yang ada di Maluku Utara antara lain pertambangan nikel dan pertambangan emas. Sedangkan potensi tambang dan energi yang dapat diolah antara lain: nikel dengan perkiraan cadangan 42.763.460 ton, emas dengan perkiraan cadangan 192.000.000 ton, tembaga dengan perkiraan cadangan mencapai 240.000.000 ton, dan pasir besi dengan perkiraan cadangan mencapai 68.840 ton.

Kepulauan Sunda Kecil
Kepulauan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau-pulau lebih kecil membujur di selatan katulistiwa dari pulau Bali di bagian batas ujung barat Kepulauan Sunda Kecil, berturut-turut ke timur adalah, pulau Lombok, pulau Sumbawa, pulau Flores, pulau Solor, pulau Alor; dan sedikit ke arah selatan yaitu pulau Sumba, pulau Timor dan pulau Sawu yang merupakan titik terselatan gugusan Kepulauan Sunda Kecil.

Saat ini secara administratif pemerintahan Kepulauan Sunda kecil dibagi atas 3 provinsi yaitu: Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Dalam hal pertambangan dan energi di provinsi NTT, eksplorasi panas bumi untuk pembangkit energi listrik telah sampai pada tahapan implementasi, sehingga diyakini akan meningkatkan daya dorong sub sektor pertambangan terhadap peningkatan energi dan listrik. Kendala yang dihadapi usaha penambangan deposit marmer adalah lemahnya diplomasi ekonomi antara pemerintah dan perusahaan penambang, mengakibatkan berhentinya dua buah tambang marmer di daratan Timor. Untuk penambangan biji besi di Sumba, kendala yang dihadapi adalah rendahnya skala usaha yang diterapkan sehingga tidak mencapai skala yang ekonomis.

Kesimpulan

Barang tambang baik yang berbentuk padat, seperti logam; berbentuk cair, seperti minyak; berbentuk gas, seperti gas bumi maupun yang lain. Semuanya itu merupakan kepemilikan umum, dimana negara, individu atau perusahaan swasta tidak berhak untuk memilikinya. Tetapi semuanya itu merupakan kepemilikan umum bagi seluruh rakyat. Pemasukannya kemudian didistribusikan kepada mereka, bisa dalam bentuk barangnya itu sendiri, ataupun dalam bentuk layanan (jasa), setelah dikurangi biaya.

[1] www.wikipedia.com
[2] www.indonesia.go.id
[3] id.wikipedia.org/wiki/Lapindo_Brantas_Inc.
[4] www.bojonegoro.com
[5] www.indonesia.go.id
[6] Ibid.
[7] Ibid.

Rabu, 18 November 2009

KEKAYAAN BARANG TAMBANG PULAU SUMATERA (dibawah kendali perusahaan nasional dan asing)

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab

Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan.

Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan dengan Selat Sunda. Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik sekunder yang lebat dengan tanah yang subur. Gunung berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan Danau terbesar di Indonesia adalah Danau Toba terdapat di pulau Sumatra.

Kepadatan penduduk pulau Sumatra urutan kedua setelah pulau Jawa. Saat ini pulau Sumatra secara administratif pemerintahan terbagi atas 8 provinsi yaitu: Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu dan Lampung dan 2 provinsi lain yang merupakan pecahan dari provinsi induk di pulau Sumatra yaitu Riau Kepulauan dan Kepulauan Bangka Belitung.[1]

Kekayaan alam di setiap provinsi pulau ini juga sangat melimpah, di Aceh misalnya Usaha pertambangan umum telah dimulai sejak 1900. Daerah operasi minyak dan gas di bagian utara dan timur meliputi daratan seluas 8.225,19 km² dan dilepas pantai Selat Malaka 38.122,68 km². Perusahaan migas yang mengeksploitasi tambang Aceh berdasarkan kontrak bagi hasil (production sharing) saat ini adalah Gulf Resources Aceh, Mobil Oil-B, Mobil Oil-NSO, dan Mobil Oil-Pase. Endapan batubara terkonsentrasi pada “Cekungan Meulaboh” di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Terdapat 15 lapisan batubara hingga kedalaman ±100 meter dengan ketebalan lapisan bekisar antara 0,5 m – 9,5 m. Jumlah cadangan terunjuk hingga kedalam 80 meter mencapai ±500 juta ton, sedeangkan cadangan hipotesis ±1,7 miliar ton.[2]

Sumatera Utara juga memiliki kekayaan tambang. Survey 2006 mencatat bahwa terdapat 27 jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam dan enam jenis minyak, gas (migas) dan energi. Barang tambang nonlogam antara lain batu gamping, dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea dan bentonit. Sedangkan barang tambang logam mencakup emas, perak, tembaga dan timah hitam. Sementara potensi migas dan energi antara lain minyak bumi, gas alam dan panas bumi. Saat ini telah dilakukan eksploitasi terhadap minyak bumi di Sumatera Utara, dengan hasil produksi pada 2006 mencapai 21.000 barel minyak bumi.[3]

Lebih lagi pertambangan di Riau yang berdenyut relatif pesat, ditandai dengan banyaknya perusahaan yang ikut andil bergerak di bidang ini. Mereka seolah berlomba mengeruk isi perut bumi Riau, mulai dari menggali pasir laut, granit, bauksit, timah, emas, batu bara, gambut, pasir kuarsa sampai andesit. Di samping minyak dan gas timah juga merupakan hasil tambang Riau. Konstribusi sektor pertambangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau mencapai Rp.57.927.709,65,- atau sekitar 41,68 %. Karena itu, sektor pertambangan menjadi andalan provinsi dalam memperkokoh perekonomiannya.[4]

Sumatera Barat, tambang yang diusahakan dengan skala besar hanyalah batubara. Selama periode 2005 produksi batubara mencapai 787.404,58 ton, dikonsumsi untuk pasar dalam negeri 787,4 ribu ton dan sisanya 296,56 ton diekspor. Dari hasil penjualan ini berhasil diperoleh pendapatan Rp. 299,06 miliar. Demikian juga Jambi sebagai penghasil batubara.

Data dari Departemen ESDM, Provinsi Bengkulu memiliki potensi pertambangan dan energi diantaranya lima yang terbesar, yaitu: batu bara, emas, pasir besi, batu apung, bentonit. Hasil produksi batu bara tercatat sebanyak 673.542.000 ton.

Sumatera Selatan, Provinsi ini memiliki potensi pertambangan yang besar, antara lain cadangan minyak bumi sebanyak 5,03 miliar barrel (10% cl) atau 5.032.992 matrick stack tank barrel. Cadangan minyak bumi diproduksi dengan pertumbuhan 10% per tahun dan dapat bertahan 60 tahun, Sedangkan cadangan batu bara diperkirakan sebesar 16.953.615.000 ton atau 60% cadangan nasional. Luas areal usaha pertambangan umum mencapai 1.030.128,75 ha, dengan pertambangan minyak dan gas 2.243,120,15 ha.

Bijih timah adalah sumberdaya alam yang paling bernilai di provinsi Bangka Belitung, bahkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Di sini terdapat satu BUMN yang menambang bijih timah, PT Timah Tbk, dan satu perusahaan asing, PT Koba Tin. Luas area Kuasa Pertambangan (KP) PT Timah Tbk di darat sekitar 360.000 ha atau ± 35% dari luas daratan Pulau Bangka. BUMN ini juga memiliki areal KP darat di Pulau Belitung seluas 126.455 ha atau ± 30% dari luas daratan Pulau Belitung. Untuk PT Koba Tin, diberikan sekitar 41.000 ha. Di luar area kuasa pertambangan PT Timah Tbk dan kontrak karya (KK) PT Koba Tin, kegiatan penambangan juga diusahakan oleh pengusaha tambang inkonvensional dan masyarakat secara tradisional yang juga memberikan nilai ekonomi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung.

Pada provinsi Lampung, bahan galian logam yang ada di provinsi ini meliputi emas, mangaan, bijih besi dan pasir besi, namun baru sebagian saja dari potensi ini yang telah dikelola.



[1] Wkipedia.com

[2] Indonesia.go.id

[3] Ibid.

[4] Ibid.


Minggu, 01 November 2009

STRUKTUR APBN (Komparasi Sistem Ekonomi Indonesia dan Sistem Ekonomi Islam Versi Hizbut Tahrir)

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab

SISTEM EKONOMI INDONESIA


Definisi APBN

Dalam ekonomi negara kesatuan republik Indonesia, APBN diartikan sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.[1]


Struktur APBN

  1. Pendapatan Negara

1) Penerimaan dalam negeri

a) Penerimaan perpajakan terdiri atas:

1. Pajak Dalam Negeri terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh)[2], Pajak Pertambahan Nilai (PPN)[3], Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)[4], Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)[5], Cukai[6] dan Pajak lainnya.

2. Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif Ekspor.

b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)[7], terdiri atas:

1. Penerimaan SDA[8] (Migas dan Non Migas).

2. Bagian Laba BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

3. PNBP lainnya.

2) Hibah

Hibah,[9] mempunyai pengertian bantuan yang berasal dari swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan pemerintah luar negeri.

  1. Belanja Negara

1) Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang[10] [11], Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana)[12], dan Belanja Lainnya.

2) Belanja Daerah adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:

a) Dana Bagi Hasil

b) Dana Alokasi Umum

c) Dana Alokasi Khusus

d) Dana Otonomi Khusus



SISTEM EKONOMI ISLAM HIZBUT TAHRIR


Definisi APBN

Berbeda halnya dengan APBN sistem ekonomi Indonesia, menurut Hizbut Tahrir dan sistem ekonomi Islam Hizbut Tahrir, APBN tidak dibentuk dalam anggaran tahunan, dan juga tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atau bahkan Majlis Ummat untuk dilaksanakan. Meskipun demikian, Negara Islam mempunyai anggaran pendapatan dan belanja Negara yang bab-babnya telah ditetapkan oleh syara’ mengikuti pendapatan dan pengeluarannya. Kemudian Khalifah (kepala Negara Islam) diberi wewenang untuk menetapkan pasal-pasalnya, istilah-istilahnya, serta dana-dana yang dibutuhkan oleh semuanya ketika nampak ada kepentingan, tanpa memperhatikan waktu-waktu tertentu.[13] Dengan demikian struktur APBN-nya disusun berdasarkan pendapatan dan belanja negara yang tetap dan tidak tetap.


Struktur APBN

  1. Pendapatan Negara[14] [15]

1) Penerimaan Tetap Negara

a) Zakat, yang berisi Zakat Harta yang meliputi: Zakat Ternak (ZT), Zakat Tanaman dan Buah-buahan (ZTB), Zakat Emas dan Perak/Uang (ZU), dan Zakat Perdagangan (ZPd).

b) Pajak Tanah Taklukan (Kharaj).

c) Jaminan Keamanan Warga Negara Non Muslim (Jizyah).

d) Laba BUMN.

2) Penerimaan Tidak Tetap Negara, terdiri dari:

a) Rampasan Perang, terdiri dari Fa’i dan 1/5 Ghanimah.

b) Pajak, terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional (Bea Masuk).

c) Bagian Kepemilikan Rakyat (Migas dan Non Migas).

  1. Belanja Negara

1) Belanja Tetap Negara, yang terdiri dari:

a) Belanja Umum, yang meliputi belanja pegawai negeri, belanja militer, belanja penyediaan barang, dan belanja umum lainnya.

b) Belanja Khusus, yang meliputi 8 ashnaf yang hartanya berasal dari zakat.

2) Belanja Tidak Tetap Negara, meliputi biaya dakwah dan jihad atau perluasan kekuasaan wilayah, penanggulangan bencana, dan belanja tidak tetap lainnya..



[1] www.wikipedia.com/apbn.

[2] Amandemen Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Tr3nity, 2009.

[3] Peraturan Menteri Keuangan dan dirjen Pajak tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2009, dilengkapi peraturan menteri keuangan RI No. 104 tahun 2008 tentang standar biaya tahun anggaran 2009.

[4] UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); UU No. 12 tahun 1984 dan UU No. 12 tahun 1994

[5] UU Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan (BPHTB); UU No. 21 tahun 1997 dan UU No. 20 tahun 2000.

[6] Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI CUKAI UU RI No. 11, 39 tentang Cukai No. 26 tahun 2009 tentang tata cara Pengenaan sangsi administrasi berupa denda di bidang Cukai, Nuansa Mulia.

[7] Muhammad Djafar Saidi dan Rohana Huseng, Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak, PT. RajaGrafindo Persada.

[8] UU RI No. 7 tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air dan UU RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Citra Umbara, Bandung. Lihat juga Himpunan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kehutanan, Harvarindo, 2009. lihat juga Undang-Undang MINERBA (Mineral dan Batu Bara) UU RI No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Pustaka Yustisia. Lihat juga Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi dilengkapi Peraturan Pelaksanaannya, Harvarindo, 2008

[9] Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah dan Hibah dan Bantuan Daerah, Bp. Cipta Jaya, Jakarta

[10] Peraturan Pemerintah RI No. 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tahun 2009 (dilengkapi Peraturan Presiden tentang tata cara pengadaan dan penerusan dalam negeri oleh pemerintah)

[11] Peraturan Presiden No. 95 tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perubahan ke Tujuh).

[12] UU dan PP. RI tentang Penanggulangan Bencana meliputi: UU RI No. 24 tahun 2007, PP RI No. 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan Penanggulangan Bencana tahun 2008, PP RI No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Negara.

[13] Taqyuddin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Risalah Gusti, Surabaya, 2002, hal. 268-269

[14] Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan di Negara Khilafah, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, 2002.

[15] Ibid. Lihat juga Taqyuddin an-Nabhani, Ibid.


HANTU SISTEM EKONOMI ISLAM VERSI HIZBUT TAHRIR: SOLUSI ALTERNATIF SISTEM EKONOMI INDONESIA

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab


Ekonomi Pancasila adalah sebuah wacana ekonomi Indonesia yang digulirkan pertama kali tahun 1980 oleh Mubyarto, seorang guru besar ekonomi Universitas Gadjah Mada.[1] Ekonomi Pancasila atau juga disebut Ekonomi Kerakyatan dikatakan sebagai sistem ekonomi yang selayaknya diterapkan sebagai ekonomi nasional dikarenakan sesuai dengan sistem nilai bangsa Indonesia dengan aturan main yang dibuat sendiri.[2] Bahwa bangsa Indonesia jika hendak mengembangkan suatu sistem ekonomi nasionalnya, maka hendaknya sistem itu harus berjalan dengan idiologi bangsa, yaitu Pancasila.[3]

Sebelum adanya wacana ekonomi Pancasila atau sebelum era orde baru, wacana ekonomi yang berkembang dan diadopsi pemerintah orde lama adalah ekonomi komando, mengikuti sistem politiknya demokrasi terpimpin, yang sebelumnya menggunakan sistem ekonomi liberal dengan sistem politiknya sistem pemerintahan parlementer.[4] Sebagaimana diketahui bahwa dalam teks Undang-Undang Dasar, dasar negara Indonesia adalah pancasila, namun wacana ekonomi pancasila baru memuka pasca orde lama, sedangkan pancasila sebagai dasar negara telah diadopsi sejak awal berdirinya negara ini, dan bukan pasca orde lama. Sebagai sebuah idiologi, Pancasila seharusnya mampu melahirkan sistem-sistem pengatur kehidupan masyarakat sejak awal munculnya ide dasar ini sebagaimana idiologi-idiologi lain saat awal kelahirannya, misalnya sistem ekonomi. Namun demikian, sistem ekonomi yang diterapkan oleh bangsa Indonesia di awal berdirinya negara ini, yang kemudian dikukuhkan oleh founding father bangsa ini adalah sistem ekonomi yang berkiblat pada negara adidaya di kawasan dunia bagian timur. Sedangkan pasca pemerintahan orde lama, arah perekonomian yang dianut bangsa ini tampak berkiblat pada negara adidaya di kawasan dunia bagian barat. Dengan demikian menjadi hal yang lumrah apabila sampai saat ini wacana ekonomi pancasila masih dalam ranah perdebatan.

Sejarah menunjukkan sistem ekonomi dunia yang besar dan dikenal selama ini terdiri dari 3 (tiga) sistem, yaitu sistem ekonomi Sosialisme, Islam dan Kapitalisme. Adapun sistem ekonomi Sosialisme telah runtuh bersama runtuhnya sistem politik yang menaunginya, Uni Sovyet. Demikian juga sistem ekonomi Islam, telah runtuh bersama runtuhnya sistem politik yang menaunginya, sejak kali pertama didirikan di Madinah 14 abad silam hingga masa Ottoman (Turki Utsmani) di Turki tahun 1924.[5] Tinggal kini sistem ekonomi Kapitalisme yang mendominasi sistem ekonomi di setiap negara di dunia ini. Kepemimpinan Kapitalisme saat ini dipimpin oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Hampir seluruh negara berkembang di dunia terjamah sistem ini, sebab negara-negara tersebut terhubung melalui mata uang dolar, pasar modal, IMF, World Bank dan instrumen-instrumen ekonomi lainnya yang tidak lain kesemua instrumen tersebut dalam kendali Amerika Serikat sebagai alat imperialisme ekonominya.[6] Adapun negara-negara yang bernuansa dan berusaha untuk menerapkan kembali dua sistem ekonomi selain Kapitalisme, maka sistem ekonomi yang mereka terapkan tetap terdominasi oleh sistem ekonomi ini, Kapitalisme, dan masa seperti ini telah dimulai sejak Uni Sovyet mengalami kekalahan pada masa perang dingin melawan Amerika Serikat dan sekutunya, yang menyebabkan keruntuhan Sosialisme Uni Sovyet, sehingga sistem ekonomi konvensional di dunia saat ini adalah Kapitalisme.

Biografi sistem ekonomi Kapitalisme yang merupakan sistem ekonomi konvensional saat ini memiliki perjalanan hidup yang labil. Kerusakan demi kerusakan silih berganti menghinggapi negara yang menerapkannya, sehingga perbaikan demi perbaikan konsep pemikiran terus dilakukan. Terbukti dengan adanya transformasi pemikiran dari era Skolastik, Merkantilis, Klasik, Neoklasik, Keynes, Monetaris, Ratex hingga kini menjadi Neoliberal, terjadi sebagai bentuk perbaikan akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh era sebelumnya. Sebagai contoh adalah Great Depression, sebuah krisis ekonomi hebat melanda Amerika Serikat pada tahun 1929-1939, hingga menimbulkan dampaknya ke berbagai negara di dunia, adalah akibat dari penerapan ekonomi aliran Klasik, yang kemudian Keynesian memberikan solusi terhadapnya.[7] Namun stagflasi yang terjadi di tahun 70-an membuat solusi yang pernah diberikan Keynesian menjadi lumpuh total, sehingga muncullah Milton Friedman bersama alirannya Monetaris memberikan solusi.[8] Pada tahun 2009 ini kembali lagi terjadi krisis ekonomi yang cukup besar, hingga mampu meningkatkan angka pengangguran di negara tempat awal krisis ini terjadi menjadi 10,3 juta jiwa.[9] Kesemua ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi Kapitalisme yang juga sistem ekonomi konvensional saat ini, tidak pernah menjadi sistem ekonomi yang mapan, disebabkan selalu meimbulkan kerusakan setelah adanya perbaikan.

Kebijakan ekonomi Indonesia sepertinya telah berada dalam jalur Kapitalisme. Pada era orde baru sudah tampak arah anginnya, Indonesia menggunakan metode pembangunan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), yang sebagaimana diketahui bahwa teori tahapan pembangunan lima tahunan adalah teori pembangunan dan pertumbuhan W.W. Rostow seorang ekonom Amerika Serikat.[10] Penandatanganan Letter of Inten (LoI) oleh penguasa orde baru bersama IMF pada masa akhir berkuasanya pun telah mengukuhkan kemana ekonomi Indonesia ini selanjutnya berpijak.[11] Bahkan segala kebijakan ekonomi Indonesia di masa reformasi ini tampak bukan hanya melanjutkan arah ekonomi di masa orde baru, melainkan lebih memantapkan langkahnya pada Kapitalisme. Kebijakan ekonomi neoliberal seperti privatisasi BUMN dan liberalisasi pasar (market fundamentalism) yang merupakan resep para ekonom Washington DC. untuk negara-negara berkembang seperti negara-negara Amerika Latin yang sedang mengalami krisis pada tahun itu, ternyata juga digunakan sebagai resep untuk memulihkan krisis ekonomi di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia juga mengikutinya.[12]

Mulai tumbuh berkembangnya kembali wacana ekonomi Islam disebabkan mulai tampak jelasnya keburukan sistem ekonomi kapitalisme dan dampak yang ditimbulkannya, dan ekonomi Islam muncul kembali sebagai solusi alternatif dan kritik bagi sistem ekonomi ini setelah sebelumnya ekonomi Islam pernah berjaya.

Hampir setiap negara-negara penganut demokrasi di dunia saat ini memiliki dan mengusung faham nasionalisme-Kapitalis, sehingga sebuah wilayah negara tidak mungkin dapat bertambah luas, namun sebaliknya, untuk terpecah belah adalah mungkin sebagaimana Timor-Timur yang terpisah dari wilayah kekuasaan Indonesia pada tanggal 30 Agustus 1999.[13] Pendapatan negara pun akan stagnan sebagaimana stagnannya wilayah suatu negara, sebab pendapatan utama dan terbesar dalam pemerintahan mereka adalah pajak, sehingga dalam pengelolaan APBN-nya hanya berputat bagaimana mengatur proporsi yang akan dialokasikan pada suatu bidang tertentu. Apabila diakhir tahun (periode) ternyata kas negara memiliki dana sisa/lebih, maka dapat dikatakan surplus APBN, dan sebaliknya apabila dana yang tersedia kurang sehingga harus menambah pinjaman luar negeri maka dinamakan defisit APBN. Sedangkan dalam sejarah negara Islam yang pernah didirikan Rasulullah SAW. di Madinah, tampak wilayah kekuasaannya dari tahun ke tahun tidak stagnan, namun berkembang terus mengikuti kewajiban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, sehingga pendapatan dan pengalokasian belanja negaranya pun bersifat fluktuatif.

Berbagai praktik dan kebijakan ekonomi yang berlangsung pada masa Rasulullah Saw. dan al-khulafa ur-rasyidin merupakan contoh empiris yang dijadikan pijakan bagi para cendikiawan muslim dalam merumuskan teori-teori ekonominya, seperti Zaid bin Ali, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Al-Syaibani, Abu Ubaid bin Salam, Harits bin Asad, Al-Muhasibi, Junaid Al-Baghdadi, Ibnu Miskawih dan Al-Mawardi.[14] Bahkan pembahasan mengenai pendapatan dan belanja negara telah ada seorang diantara para cendikiawan muslim tersebut yang telah menyinggungnya, yaitu Abu Ubaid dalam karyanya kitab Al-Amwal.[15] Namun yang menjadi catatan bagi cendikiawan-cendikiawan muslim tersebut, termasuk Abu Ubaid, adalah bahwa mereka hidup saat sistem ekonomi Islam berada dalam naungan sistem politiknya, berbeda jauh dengan kondisi saat ini. Hal inilah yang membuat perhatian mereka untuk merumuskan sistem ekonomi Islam dan struktur pendapatan dan belanja negaranya yang tersusun secara sistematis dalam karya-karyanya luput dari pantauan mereka.

Hizbut Tahrir adalah organisasi yang membawa pemikiran idiologis, semua pergerakannya bersifat politik baik diluar perkara pemerintahan ataupun yang menyangkut pemerintahan.[16] Sebagai organisasi transnasional, dapat dikatakan bahwa hanya Hizbut Tahrir satu-satunya organisasi yang bergerak dalam bidang politik yang membawa isu sistem negara Islam (Khilafah Islamiyah), dan untuk ukuran negara sudah semestinya memiliki sub-sub sistem dibawahnya yang mengatur urusan-urusan rakyatnya. Sistem ekonomi, sistem sosial, sistem sangsi pidana, sistem pendidikan, sistem keuangan, dan sistem politik luar negeri yang merupakan sub-sub sistem dari sistem politik, ternyata organisasi politik ini memilikinya. Sebagaimana diuraikan diatas, bahwa sebuah sistem ekonomi tidak mungkin dapat hidup kecuali dalam naungan sistem politik yang memiliki idiologi yang sama dengan sistem ekonominya, demikian juga dengan sub-sub sistem lainnya. Dengan demikian, sistem ekonomi yang harus dibawa oleh Hizbut Tahrir adalah sistem ekonomi Islam, dan bukan sistem ekonomi Kapitalisme atau semi Kapitalisme juga bukan sistem ekonomi Sosialisme atau juga semi Sosialisme.


[1] Mubyarto, Ekonomi Pancasila Lintasan Pemikiran Mubyarto, Aditya Media, Yogyakarta, 1997, hal. 39.
[2] Ibid., Membangun Sistem Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2000, hal. 239-246.
[3] Edy Suandi Hamid, Sistem Ekonomi Utang Luar Negeri dan Isu-isu Ekonomi Politik Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hal. 38.
[4] Http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia:_Era_Orde_Lama
[5] Abdul Qadim Zallum, Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyah, Al-Izzah, Jawa Timur, 2001, hal. 184.
[6] John Perkins, Pengakuan Bandit Ekonomi; Kelanjutan Kisah Petualangannya di Indonesia dan Negara Dunia Ketiga, Ufuk Press, Jakarta Selatan, 2007, hal. 81-85.
[7] Dietmar Rothermund, Great Depression Depresi Besar Ekonomi Amerika 1929-1939 dan Dampaknya Terhadap Kehancuran Ekonomi dunia, Imperium, Yogyakarta, 2008, hal. 1-10.
[8] Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 191-192.
[10] Mansour Fakih, Runtuhnya teori Pembangunan dan Globalisasi, Insist Press dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 55-57.
[11] Ishak Rafick, Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia: Sebuah Investigasi 1997-2007 Mafia Ekonomi dan Jalan Baru Membangun Indonesia, PT. Cahaya Insan Suci, Jakarta, 2008, hal. 63-65.
[12] Budiono, Ekonomi Indonesia Mau Kemana? Kumpulan esai Ekonomi, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta, 2009, hal. xi-xiii.
[14] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 11-12.
[15] Ibid., Hal. 245-248.
[16] Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir Partai Politik Islam Idiologis, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, 2002, hal. 23-25.