Rabu, 09 Desember 2009

SISTEM NEGARA KHILAFAH ISLAMIYAH: SOLUSI ALTERNATIF SISTEM NEGARA INDONESIA

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab


Pada tahun 2007, 2 tahun lalu, Hizbut Tahrir bersama ummat mengadakan Konferensi Khilafah Internasional (KKI) di Gelora Bung Karno Jakarta, dengan memenuhi setiap tempat duduk didalamnya. Sebagai bukti bahwa Hizbut Tahrir sebagai partai politik tidak pernah main-main dengan solusi sistem pemerintahan yang dibawanya.

Sebagai pembawa isu Khilafah Islam, Hizbut Tahrir telah menyiapkan setiap detil rancang bangun sistem negara yang akan menggantikan sistem pemerintahan yang saat ini sedang berjalan, sistem Republik. Adapun rancang bangun yang telah disusun sudah dituangkan dalam buku-buku yang resmi dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir, seperti rancang bangun: [1]

1. Sistem Politik

a. Politik Dalam Negeri
1) Sistem Pemerintahan
Khilafah islamiyah adalah sistem pemerintahan yang diusung Hizbut Tahrir yang berbentuk sistem kesatuan, dan bukan dalam bentuk federal.[2] Khilafah Islamiyah adalah sebuah sistem yang berbeda sama sekali dengan sistem-sistem pemerintahan yang ada didunia, seperti Monarchi, Republik, kekaisaran maupun Federasi, bukan pula berbentuk Teokrasi. Berbeda dengan sistem lainnya dari segi aspek asas yang menjadi landasan berdirinya, pemikiran, konsep, standar serta undang-undang dasar dan undang-undang yang diberlakuakannya.[3]

Sistem Khilafah yang diemban Hizbut Tahrir adalah sistem Khilafah sebagaimana pada masa Khulafaturrasyidin, yaitu Khilafah yang berdasar metode kenabian yang kaum muslimin seluruhnya berlindung pada satu kepala negara. Pada masa pemerintahan Umayyah, Abbasyiyah dan Turki Utsmani, walaupun sistem pemerintahannya adalah Khilafah Islam, namun era tersebut adalah era sejarah/fakta yang hanya menjadi objek hukum dan bukan sebagai sumber hukum. Dengan demikian, era sistem kekhilafahan tersebut bukanlah sistem kenegaraan yang dicita-citakan Hizbut Tahrir.[4]

2) Kepala Negara
Gelar yang digunakan untuk menyebut kepala pemerintahan Islam adalah gelar Khalifah, atau Imam, atau Amir al-Mu’minin. Gelar-gelar ini telah dinyatakan dalam hadis-hadis shahih dan ijmak shahabat Rasul sebagai dasar Hizbut Tahrir dalam menyebut seorang kepala negara Islam.[5]

Pengangkatan seorang Khalifah harus melalui proses baiat, yaitu hak yang diberikan kaum muslimin untuk bersumpah taat kepada seorang khalifah dalam menerapkan syariat Islam.[6] Setidaknya ada tujuh syarat tetap agar seseorang dapat sah menjabat sebagai Khalifah, yaitu; Muslim, Laki-laki, Dewasa (Baligh), Berakal, Adil, Merdeka dan mampu melaksanakan amanat Khalifah. Ada juga syarat keutamaan sebagai syarat tambahannya, yaitu; keturunan suku Quraisy, Mujtahid dan politikus ulung.[7] Ketidakharusan Mujtahid bagi seorang Khalifah disebabkan hukum ijtihad sendiri adalah wajib kifayah, sehingga Khalifah dapat merujuk pada salah seorang Mujtahid dalam pengadopsian hukum-hukum Islam bagi warga negaranya.[8]

Masa jabatan seorang Khalifah tidak ditentukan berdasarkan jumlah tahun. Selama Khalifah masih tetap menjaga syara’ (hukum Islam), menerapkan hukum-hukumnya serta mampu untuk melaksanakan urusan-urusan negara dan tanggung jawab kekhilafahan, maka ia tetap sah menjadi Khalifah.[9]

3) Undang-Undang
Aqidah Islam adalah dasar negara. Aqidah Islam menjadi asas undang-undang dasar dan perundang-undangan syar’i. Segala sesuatu yang berkaitan dengan undang-undang dasar dan perundang-undangan terpancar dari aqidah Islam.[10]

Khalifah yang melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang dijadikan sebagai undang-undang dasar dan undang-undang negara. Undang-undang dasar dan undang-undang yang telah disahkan oleh Khalifah menjadi hukum syara’ yang wajib dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati oleh setiap individu.[11]
 
Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan jihad. Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan dengan aqidah Islam. Negara memberlakukan syariat Islam atas seluruh rakyat yang berkewarganegaraan (Khilafah) Islam, baik muslim maupun non muslim. Negara akan membiarkan non muslim untuk memeluk aqidah dan menjalankan ibadahnya dibawah perlindungan peraturan umum.[12]

4) Majelis Ummat
Anggota Majelis Ummat dipilih melalui pemilihan umum.[13] Majelis Ummat adalah majelis yang beranggotakan orang-orang yang mewakili kaum muslim dalam memberikan pendapat sebagai tempat merujuk bagi Khalifah untuk meminta masukan/nasehat mereka dalam berbagai urusan. Mereka juga mewakili ummat dalam melakukan muhasabah (mengontrol dan mengoreksi) para pejabat pemerintahan (al-Hukkam). Orang non muslim yang menjadi warga negara Islam boleh menjadi anggota Majelis Ummat, namun hak mereka hanyalah sebatas mengoreksi dan mengadukan atas kedzaliman yang menimpa mereka (muhasabah), dan bukan dalam hal pendapat (syura).[14]
 
5) Mahkamah Madzalim
Mahkamah Madzalim dibentuk oleh seorang Khalifah. Qodli (hakim) Madzalim adalah orang yang mengurusi Mahkamah ini. Qodli Madzalim bisa diangkat oleh Khalifah atau Qadli Qudlat. Koreksi, pemberian peringatan dan pemberhentiannya dilakukan oleh Khalifah, atau Mahkamah Madzalim, atau Qadli Qudlat jika Khalifah memberikan wewenang tersebut kepada keduanya.

Wewenang Qadli Madzalim adalah untuk mengadili dan menghilangkan kedzaliman yang dilakukan oleh penguasa, sehingga Qadli Madzalim memiliki wewenang untuk memberhentikan pejabat pemerintah (hakim) dan pegawai negeri, sebagaimana dia juga memiliki wewenang untuk memberhentikan Khalifah.[15] Pemberhentian Qadli Madzalim tidak dapat dilakukan jika tengah mengadili kasus (antara rakyat dengan) Khalifah, atau dengan Mu’awin Tafwidl (pembantu Khalifah), atau dengan Qadli Qudlat.[16]

b. Politik Luar Negeri
Politik luar negeri menurut Hizbut Tahrir adalah pengaturan urusan umat di luar negeri yang dilakukan negara dengan mengadakan hubungan dengan berbagai negara, bangsa, dan umat lain, serta menyebarkan ideologi Islam keseluruh dunia.[17] Politik luar negeri ini berdiri diatas pemikiran yang tetap dan tidak akan berubah, yaitu penyebarluasan Islam ke seluruh dunia pada setiap umat dan bangsa. Inilah asas yang tidak berubah selamanya, juga tidak berbeda-beda meski pemegang kekuasaanya kelak berbeda-beda.[18]

Daulah Islam (Khilafah Islam) adalah sebuah negara idiologis yang aktivitas pokoknya adalah mengemban dakwah Islam keseluruh dunia. Maka, merupakan bagian integral dari pembentukannya, bahwa Daulah Islam harus memiliki kedudukan internasional serta memberikan pengaruh terhadap interaksi-interaksi internasional.[19]

Dakwah dan jihad merupakan metode politik luar negeri yang mendasar yang digunakan Khilafah Islam dalam menyebarkan idiologi Islam ke seluruh penjuru dunia.[20] Menurut Hizbut Tahrir, jihad ofensif (memulai melancarkan serangan militer setelah panggilan dakwah diserukan dan kemudian ditolak) adalah fardu kifayah (wajib kifayah), artinya negara wajib melaksanakannya. Sedangkan jihad defensif (bertahan dari serangan musuh) merupakan fardhu ‘ain (wajib individu).[21]

2. Sistem Sanksi
Hukum Islam hanya terdiri dari wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Namun hanya wajib dan haram yang membawa implikasi hukum. Sebab wajib menurut syara’ adalah sesuatu yang dituntut oleh Syari’ (Allah) untuk dikerjakan oleh Mukallaf dengan suatu tuntutan yang mengharuskan, dan keharusan mengerjakannya ditunjuki oleh apa yang terdapat pada sejumlah nash, berupa pengenaan siksaan terhadap Mukallaf yang meninggalkannya.[22] Haram menurut syara’ adalah apa yang dituntut untuk ditinggalkan dengan tuntutan yang tegas, dimana pelakunya akan dikecam, dikenai sanksi ketika di dunia dan adzab ketika di akhirat.[23]
 
Sanksi di dunia bagi pelaku pelanggaran syariat Islam dapat menghapuskan sanksinya di akhirat. Hal itu karena ‘uqubat (sanksi-sanksi balasan) di dunia berfungsi sebagai zawajir (pencegah agar manusia tidak dengan mudah melakukan tindak kriminal/pelanggaran syariat disebabkan hukum pidana yang menakutkan) dan jawabir (penebus agar di akhirat kelak tidak lagi mendapat sanksi balasan dari Allah).[24]

a. Hudud
Hudud adalah sanksi yang telah ditetapkan kadarnya oleh syara’ bagi suatu tindak kemaksiyatan, untuk mencegah pelanggaran pada kemaksiyatan yang sama. Tindakan maksiyat yang sanksinya termasuk bagian dari hudud, dan yang wajib dikenai sanksi had ada beberapa macam; yaitu zina, homo seksual (liwath), menuduh berzina (qadzaf), minum khamar, pencurian, murtad, perompak/pembegal, dan pemberontakan terhadap negara.[25]

Termasuk dalam hudud disebabkan karena sanksi-sanksinya telah ditentukan dalam nash. Sanksi zina berupa rajam atau cambukan, homo seksual berupa hukuman mati, qadzaf berupa 80 kali cambukan, meminum khamar berupa 40 atau 80 kali cambukan, pencurian berupa potong tangan, murtad berupa hukuman mati, perompak/pembegal berupa hukuman mati atau disalib atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang atau dibuang, dan sanksi pemberontakan terhadap negara berupa diperangi hingga tunduk.[26]

b. Jinayat
Jinayat adalah pelanggaran terhadap badan yang didalamnya mewajibkan qishash atau harta (diyat). Qishash juga bermakna sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap tindak penganiayaan. Dengan demikian, tindak penganiayaan itu sendiri dan sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan terhadap badan disebut dengan jinayat. Pematahan terhadap gigi, begitu pula pembunuhan yang mirip dengan sengaja disebut pula dengan jinayat, begitu pula sanksi bagi masing-masing penganiayaan itu disebut dengan jinayat.[27]

c. Ta’zir
Ta’zir adalah sanksi-sanksi yang ditetapkan atas tindakan maksiyat yang didalamnya tidak ada had dan kifarat. Semua yang belum ditetapkan kadar sanksinya oleh syari’, maka sanksinya diserahkan kepada penguasa untuk menetapkan jenis sanksinya. Sanksi semacam inilah yang disebut dengan ta’zir.[28] Seperti tidak melaksanakan shalat karena malas, pemalsuan surat/tanda tangan, korupsi, penipuan dan lain sebagainya merupakan kemaksiatan yang belum ditentukan kadar sanksinya, sehingga berhak untuk ditetapkan ta’zir bagi pelakunya.

d. Mukhalafat
Mukhalafat adalah sanksi yang ditetapkan karena melakukan sesuatu yang tidak sejalan dengan perintah dan larangan yang telah ditetapkan negara. Misalnya, Khalifah menetapkan memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan lalu lintas, menetapkan jarak halaman rumah, melarang masyarakat untuk membangun atau menanam disampingnya sesuatu pada jarak sekian meter, jika seseorang melanggar ketentuan tersebut Khalifah akan memberi sanksi kepadanya dengan denda atau jilid atau penjara dan lain sebagainya.[29]

3. Sistem Pergaulan
Sistem pergaulan (nizham al-ijtima’i) adalah sistem yang dibuat untuk mengatur ijtima’ (pergaulan, interaksi) pria wanita dan mengatasi berbagai problem yang timbul sebagai implikasi dari interaksi tersebut.[30]

Kehidupan Islam adalah kehidupan yang memisahkan antara kaum pria dan kaum wanita. Namun ada ketetapan yang membolehkan adanya interaksi di antara keduanya, baik dalam kehidupan khusus maupun kehidupan umum. Dalam konteks ini, telah dibolehkan bagi kaum wanita untuk melakukan jual beli serta mengambil dan menerima barang, mewajibkan mereka untuk menunaikan ibadah haji, membolehkan mereka untuk hadir dalam shalat berjamaah, berjihad melawan orang-orang kafir, memiliki harta dan mengembangkannya, dan sejumlah aktivitas lain yang memang dibolehkan atas mereka, demikian juga dalam hubungannya dengan pendidikan, paramedis, kedokteran, jual beli, perburuhan, pertanian, industri dan lain sebagainya, maka dibolehkan apabila ada interaksi dengan kaum pria.[31]

Berkaitan dengan berbagai aktivitas yang tidak mengharuskan adanya interaksi lawan jenis, seperti berjalan bersama-sama dijalanan umum, bersama-sama pergi ke masjid, ke pasar, mengunjungi sanak famili, atau bertamasya, makan-minum bersama dan lain sebagainya, maka interaksi pria-wanita yang seperti itu dilarang menurut sistem pergaulan Hizbut Tahrir.[32]

Sebuah keharusan bagi kaum wanita dalam kehidupan umum untuk menutup auratnya. Melarang perzinahan termasuk berdua-duaan pria dan wanita tanpa ada kepentingan yang dibolehkan syara’ dan dijatuhkan sanksi bagi pelanggarnya. melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan pornoaksi. Karena Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya.[33]

4. Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan negara Khilafah adalah sistem yang bertujuan untuk menciptakan kondisi ideal yang akan dicapai peserta didik. Pendidikan Islam adalah upaya sadar yang terstruktur, terprogram, dan sistematis, yang bertujuan mengembangkan manusia yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam (seperti bahasa Arab, Tafsir, ilmu al-Qur’an dan Hadits Nabi, Akidah, Fiqh, Sejarah Islam, Pemikiran Dakwah dan lain-lain) dan juga menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan seni) yang memadai, yang selalu menyelesaikan masalah kehidupannya sesuai dengan syariat Islam.[34]

a. Pendidikan Sekolah
Jenjang pendidikan sekolah dikelompokkan berdasarkan fakta anak didik di setiap angkatan, apakah dia seorang anak kecil ataukah seseorang yang sudah dewasa (baligh). Selain itu harus merujuk pada dalil syar’i dan hukum-hukum yang terkait dengan urusan anak kecil ataupun anak yang sudah baligh dari sisi perlakuan yang harus diberikan pemerintah, pengajar atau pendidik.[35]

Berdasarkan dalil dan hukum-hukum, maka jenjang pendidikan sekolah di negara Khilafah dibagi berdasarkan usia anak didik, bukan berdasarkan materi pelajaran yang diajukan sekolah. Pada jenjang pertama (ibtidaiyah) berdasarkan dari usia 6 hingga 10 tahun. Pada jenjang kedua (mutawasithoh) berdasarkan dari usia 10 hingga 14 tahun. Pada jenjang ketiga (Tsanawiyah) berdasarkan dari usia 14 hingga jenjang sekolah berakhir.[36] Periode waktu sekolah juga ditentukan berdasarkan penanggalan bulan-bulan Islam (hijriyah).[37]

b. Pendidikan Tinggi
1) Akademi Teknik
Urgensi akademi ini adalah untuk mempersiapkan sekumpulan teknisi spesialis dalam teknologi modern, seperti memperbaiki peralatan elektronik, peralatan komunikasi dan komputer, dan profesi lainnya yang membutuhkan ilmu yang lebih mendalam daripada ilmu yang dibutuhkan untuk keterampilan yang sederhana.[38]

2) Akademi Fungsional
Pentingnya akademi ini adalah untuk mempersiapkan sekumpulan orang yang kompeten melakukan tugas-tugas pekerjaan, yang tidak memerlukan pendidikan di universitas.[39]

3) Universitas
Universitas menyediakan jurusan seperi jurusan tsaqafah Islam, ilmu bahasa Arab, jurusan teknik (sipil, mesin, listrik, elektronika, komunikasi, penerbangan, komputer dan lain-lain), ilmu komputer, sains (matematika, kimia, fisika, astronomi, geografi, geologi dan lain-lain), ilmu kedokteran, ilmu pertanian, ilmu keuangan dan ekonomi dan lain sebagainya.[40]

4) Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pentingnya pusat pendidikan dan pengembangan adalah sebagai tempat aktivitas penelitian yang bersifat khusus dan mendalam dalam berbagai bidang tsaqafah dan keilmuan.[41]

5) Akademi Militer
Pentingnya pusat penelitian dan akademi militer ini adalah untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin militer dan untuk pengembangan sarana dan teknik militer yang digunakan untuk memerangi musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kaum muslimin.[42]

c. Hak Cipta dan Penerbitan
Penulis yang menyelesaikan sebuah tulisannya, ia berhak menjual hasil usahanya hanya untuk satu kali, kecuali apabila ia mencurahkan tenaganya lagi sehingga berhak mendapatkan hak untuk yang kedua kali.[43]

Penerbitan suatu naskah diperoleh setiap orang yang mencurahkan tenaga dan hak miliknya untuk menerbitkannya. Apabila pengarang buku atau penerbitnya menghendaki cetak ulang, maka ia lebih diutamakan dibanding yang lainnya. Akan tetapi apabila pengarang dan penerbit tidak menghendaki cetak ulang, maka seluruh kaum muslimin memiliki hak yang sama untuk mencetak dan menerbitkannya, sebab buku tersebut setelah diterbitkan menjadi hak milik bersama yang dapat dimanfaatkan setiap orang.[44]


[1] Hizbut Tahrir, Manifesto Hizbut Tahrir Untuk Indonesia; Indonesia, Khilafah, dan Penyatuan Kembali Dunia Islam, Hizbut Tahrir Indonesia, 2009.
[2] Taqyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, PTI, Bogor, 2003, hal. 134.
[3] Abdul Qadim Zallum, Sistem Pemerintahan Islam, al-Izzah, Jawa Timur, 2002, hal. 25-30 dan hal. 135.
[4] Abdul Qadim Zallum, Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyah, al-Izzah, Jawa Timur, hal. 196-197.
[5] Hizbut Tahrir, Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi), HTI Press, 2006, hal. 32.
[6] Abdul Qadim Zallum, Sistem Pemerintahan Islam, al-Izzah, Jawa Timur, 2002, hal. 72.
[7] Ibid., hal. 55-60.
[8] Taqyuddin an-Nabhani, Mafahim Hizbut Tahrir, Hizbut Tahrir Indonesia, 2004, hal. 85.
[9] Abdul Qadim Zallum, Ibid., hal. 103.
[10] Taqyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, Ibid., hal. 131
[11] Ibid.
[12] Ibid., hal. 132.
[13] Ibid., hal. 157.
[14] Ibid., hal. 247-250.
[15] Abdul Qadim Zallum, ibid., hal. 249.
[16] Taqyuddin an-Nabhani, ibid., hal. 151.
[17] Taqyuddin an-Nabhani, Konsepsi Politik Hizbut Tahrir, HTI Press, Jakarta, 2006, hal. 7
[18] Taqyuddin an-Nabhani, Daulah Islam, HTI Press, Jakarta 2006, hal. 197.
[19] Taqyuddin an-Nabhani, Konsepsi Politik Hizbut Tahrir, HTI Press, Jakarta, 2006, hal. 225.
[20] Hizbut Tahrir, Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi), HTI Press, 2006, hal 129.
[21] Mengenal Hizbut Tahrir Partai Politik Islam ideologis, PTI, Bogor, 2002, hal. 111.
[22] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Dina Utama Semarang, Semarang, 1994, hal. 152-153.
[23] Hafidz Abdurrahman, Ushul Fiqih Membangun Paradigma Berfikir Tasyri’i, al-Azhar Press, Bogor, 2003, hal. 43.
[24] Abdurrahman Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, PTI, Bogor, 2002, hal. 4.
[25] Ibid., hal 19-20.
[26] Ibid., 30-134.
[27] Ibid., hal. 135.
[28] Ibid., 239-241.
[29] Ibid., 311-313.
[30] Taqyuddin an-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam, PTI, Bogor, 2003, hal. 1
[31] Ibid., hal. 39
[32] Ibid.
[33] http://hizbut-tahrir.or.id/2009/12/01/solusi-islam-menghentikan-laju-hivaids/
[34] Majalah al-Wa’ie Edisi Juli 2005, Kapitalisasi Pendidikan - Politik Pendidikan Islam, Hizbut Tahrir, Jakarta, hal. 14.
[35] Abu Yasin, Strategi Pendidikan Negara Khilafah, PTI, Bogor, 2008, hal. 28.
[36] Ibid., hal. 33.
[37] Ibid., hal. 35
[38] Ibid., hal. 80
[39] Ibid., hal. 81
[40] Ibid., hal. 83-84.
[41] Ibid.
[42] Ibid. hal 85.
[43] Abdurrahman al-Baghdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, al-Izzah, Surabaya, 1996, hal. 139-140.
[44] Ibid.

MAKNA SISTEM DAN SISTEM EKONOMI (Sistem Ekonomi Indonesia dan Sistem Ekonomi Islam Hizbut Tahrir)

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab



Pengertian Sistem
Menurut West Churchman, sistem adalah serangkaian komponen yang dikoordinasikan untuk mencapai serangkaian tujuan. Dengan demikian sebuah sistem memiliki tiga karakteristik, yaitu: 1). komponen, atau sesuatu yang dapat dilihat, didengar atau dirasakan; 2). proses, yaitu kegiatan untuk mengkoordinasikan komponen yang terlibat dalam sebuah sistem; 3). tujuan, yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai dari kegiatan koordinasi komponen tersebut. Meskipun proses dan tujuan sistem bersifat tidak kelihatan (intangible), namun kedua karakteristik juga merupakan elemen penting, sama pentingnya dengan elemen yang kelihatan (tangible).[1]

Sebuah sistem terdiri atas beberapa bagian yang memiliki karakteristik sama dengan sistem induknya. Bagian dari sistem semacam ini disebut dengan subsistem. Dengan demikian subsistem juga memiliki komponen, proses dan tujuan. Sebuah subsistem juga merupakan bagian dari sebuah sistem yang levelnya paling tinggi yang disebut dengan supersistem atau sistemnya sistem. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebuah sistem pada dasarnya merupakan kumpulan dari beberapa subsistem, sedangkan supersistem merupakan kumpulan dari beberapa sistem.[2]

Meskipun ada tiga istilah yang terkait dengan sistem, penyebutan atau pengelompokannya bersifat subjektif, artinya tergantung dari sudut pandang seseorang apakah akan menyebut sebuah sistem dengan sebutan sistem, subsistem, atau supersistem. Sebagai contoh, seseorang mungkin menyebut sistem transportasi umum (publik) sebagai sebuah supersistem yang terdiri atas sistem transportasi darat, sistem transportasi laut, dan sistem transportasi udara. Tujuan sistem tersebut adalah memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan berbagai bentuk teknologi. Tujuan dari masing-masing subsistem konsisten dengan tujuan sistem yang lebih besar, yaitu memindahkan orang atau barang dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Sebuah sistem juga harus memiliki batas, sehingga seseorang dapat membedakan antara sebuah sistem dengan sistem yang lain. Batas sistem juga membantu mengidentifikasi komponen-komponen sebuah sistem.[3] 


Pengertian Ekonomi dan Sistem Ekonomi
Sedangkan ekonomi dalam kamus ilmiah bahasa Indonesia mengartikan segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai kemakmuran hidupnya.[4] Ekonomi pun secara bahasa berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos dan nomos yang berarti pengaturan urusan rumah tangga.[5] Dengan demikian, sistem ekonomi dapat didefinisikan sebagai serangkaian komponen ekonomi yang dikoordinasikan untuk memenuhi suatu kebutuhan guna mencapai kemakmuran hidup. Dan dalam tataran negara, ekonomi merupakan salah satu komponen untuk mencapai kemakmuran hidup rakyat yang tinggal dalam suatu negara.

Apabila pembahasan kali ini yaitu ekonomi dipandang sebagai objek pembahasan, maka dapat dikatakan titik sentral pembahasannya adalah sistem ekonomi. Kemudian penjelasan selanjutnya adalah terkait mengenai subsistem dan supersistem dari tujuan ekonomi itu sendiri. Sebagaimana yang telah teruraikan diatas mengenai tujuan sistem ekonomi, adalah untuk memenuhi suatu kebutuhan guna mencapai kemakmuran hidup. Maka tidak lain subsistem dari sistem ekonomi adalah sistem produksi, sistem distribusi dan sistem konsumsi, sebab ketiga hal tersebutlah yang merupakan masalah pokok ekonomi menurut hampir semua pakar ekonomi baik klasik maupun modern.

Melihat tujuan dari sebuah sistem ekonomi tentu dapat pula terlihat supersistemnya, sebab di era modern ini tidak mungkin dapat mencapai tujuan dari sistem ekonomi tersebut diatas apabila hanya sekedar ditopang oleh sistem ekonomi saja, mengingat bahwa sistem ekonomi berada dibawah sistem kehidupan yang lebih luas dan menguasainya. Supersistem yang dimaksud tidak lain adalah sistem politik, sebab sistem politiklah yang mengendalikannya menurut kebijakan kepala negaranya, bila seorang kepala negara tidak menyetujui langkah kongkrit dari sistem ekonomi, maka proses yang ada dalam sistem ekonomi tersebut dalam usahanya memenuhi tujuan sistem ekonomi tidak akan berjalan, bahkan akan mengikuti haluan dari supersistemnya, sistem politik.

Supersistem dari sistem ekonomi adalah sistem politik, maka sistem–sistem yang sejajar dengan sistem ekonomi yang juga berada dalam naungan sistem/supersistem politik adalah sistem sosial, sistem pendidikan dan sistem pidana. Mengingat bahwa sistem-sistem tersebut memiliki kaitan erat terhadap sistem ekonomi, dan bahwa sistem-sistem tersebut berada dalam naungan sistem/supersistem politik.

Sebagai contoh dalam sistem sosial, contoh kasusnya adalah tingginya angka pelacuran di Indonesia, betapa banyak hasil survey yang menunjukkan bahwa mayoritas kaum wanita yang melacurkan dirinya disebabkan faktor ekonomi. Artinya, problema sosial yang mendera bangsa ini memiliki hubungan erat dengan sistem ekonomi yang sedang diterapkan. Belum lagi bila melihat kasus-kasus lain seperti pengangguran, banyaknya tuna wisma dan lain sebagainya. Demikian juga problem sistem pidana, tingkat kriminalitas yang terjadi pada bangsa ini (Indonesia) juga kebanyakan disebabkan faktor ekonomi. Pencurian, perampokan, pemerasan atau bahkan korupsi yang melibatkan anggota dewan yang bukan berasal dari golongan ekonomi menengah kebawah juga tetap disebabkan faktor ekonomi, yaitu meningkatkan kekayaan. Sistem sanksi yang berlaku juga ternyata tidak mampu membuat para pelaku kriminal tersebut menjadi jera, sehingga menjadi seringnya pihak aparat penegak hukum mendapati orang-orang yang dahulunya pernah melakukan hal yang serupa menjadi hal yang lumrah. Tidak beda halnya dengan sistem pendidikan, kurikulum agama yang menjadi satu-satunya mata pelajaran yang dapat menentukan baik – buruknya seorang anak didik, ternyata hanya mendapat jatah dua jam dalam seminggu. Sehingga menjadi hal yang wajar apabila kehidupan sosial bangsa ini menjadi rendah. Demikian adalah hal yang menunjukkan betapa besar keterkaitan antara sistem ekonomi, sistem sosial, sistem pidana dan sistem pendidikan dalam wilayah sistem politik yang menguasainya, yang kesemuanya mengikuti supersistemnya, yaitu sistem politik. Dikarenakan sistem politiklah yang berhak mengendalikan arah langkah sistem-sistem dibawahnya.

a. Pengertian Sistem Ekonomi Indonesia
Indonesia adalah negara yang wilayahnya terbentang dari sabang sampai merauke. Maka sistem ekonomi Indonesia adalah suatu sistem pengatur urusan ekonomi yang telah disepakati dan diterapkan dalam wilayah kesatuan republik Indonesia guna mencapai kemakmuran negara dan warga negaranya. Sebagaimana yang termaktub dalam pasal 33 UUD 1945, yaitu:

1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

b. Pengertian Sistem Ekonomi Islam Hizbut Tahrir
Islam menurut bahasa berarti pasrah atau tunduk. Sedangkan menurut istilah bermakna agama yang diturunkan Allah Swt. kepada utusanNya Muhammad Saw. dengan demikian, Dalam hal ekonomi Hizbut Tahrir membedakan pembahasan ekonomi menjadi:

1) Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi dalam pandangan Hizbut Tahrir adalah hal-hal yang terkait dengan tata cara teknis (uslub) untuk memproduksi barang dan jasa, sebab hal ini terkait dengan ilmu dan teknologi yang bersifat universal. Ilmu dan teknologi dianggap sebagai universal sebab hal ini tidak terkait dengan pandangan hidup (agama dan idiologi) tertentu. Jadi, akan tidak menjadi soal apabila ilmu dan teknologi yang dipakai kaum muslim tersebut berasal dari hasil jual-beli dengan seorang ahli teknik yang beragama non-muslim.

2) Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi menurut Hizbut Tahrir adalah regulasi yang berkaitan dengan ekonomi, yang regulasi tersebut dirumuskan dari dalil-dalil hukum Islam (fiqhul Islam) yang kemudian diadopsi oleh kepala negara sistem pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyah) untuk diterapkan kepada seluruh warga negaranya baik muslim maupun non-muslim.


[1] Krismiaji, Sistem Informasi Akuntansi, AMP YKPN, Yogyakarta, 2002, hal. 1-2.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Alex MA, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, Harapan Karya, Surabaya 2005.
[5] Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 2.

BHINEKA SISTEM EKONOMI DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN di INDONESIA

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab


Ragam sistem ekonomi yang disampaikan kepada anak didik di bangku sekolah dalam kurikulum pendidikan di Indonesia hanyalah terdiri dari empat sistem ekonomi, yaitu sistem ekonomi tradisional, sistem ekonomi komando, sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi campuran.

Sistem ekonomi tradisional adalah sistem ekonomi yang sama sekali tidak bersinggungan dengan sistem kenegaraan, sistem ini lebih dominan diatur oleh regulasi adat.[1] sehingga sistem ekonomi ini bukan sistem ekonomi yang termasuk dalam pembahasan penelitian ini. Sebab regulasi adat akan selalu berada dalam kekuasaan regulasi pemerintah.

Sistem Ekonomi Pasar
Sistem ekonomi pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh kegiatan ekonomi mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Sistem ini sesuai dengan ajaran dari Adam Smith, dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Karakteristiknya sistemnya adalah sebagai berikut:[2]

a. Setiap orang bebas memiliki barang, termasuk barang modal.
b. Setiap orang bebas menggunakan barang dan jasa yang dimilikinya
c. Semua aktivitas ekonomi dilaksanakan oleh masyarakat (Swasta)
d. Pemerintah tidak melakukan intervensi dalam pasar
e. Persaingan dilakukan secara bebas, dan
f. Peranan modal sangat vital

Pandangan ekonomi Adam Smith (1723-1790) yang terkenal adalah agar pemerintah meminimalkan atau bahkan menghilangkan campur tangannya dalam perekonomian (laissez faire laissez passer), sebab perekonomian akan sendirinya diatur oleh tangan yang tidak kelihatan (invisible hand).[3]

Sistem ekonomi pasar disebut juga dengan system ekonomi kapitalisme. Istilah Kapitalisme pertama kali diperkenalkan pada abad 19 oleh Karl Marx, sebab Kapitalisme bertumpu pada modal besar dan kebebasan berusaha.[4]

Kapitalisme memiliki beberapa aliran, dan aliran Smith adalah aliran Klasik. JM. Keynes berbeda aliran dengan Smith, namun demikian Keynes tetap berada dalam idiologi ekonomi Kapitalisme, sebab keduanya sama-sama berfaham agar peran pemerintah dalam perekonomian diminimalkan, bahkan harus dihapuskan. Pandangan Keynes yang membedakannya dengan Smith adalah, bahwa campur tangan pemerintah dibutuhkan ketika perekonomian tidak berjalan lagi sesuai harapan. Menurut Keynes, keseimbangan dan full employment yang akan tercipta melalui invisible hand memerlukan waktu yang sangat panjang, maka sebelum keseimbangan itu tercipta manusia akan lebih dulu menyusul ajalnya. Maka, ketika perekonomian telah lancar kembali, menurut Keynes campur tangan pemerintah agar segera kembali dihapuskan.[5]

Sistem distribusi ekonomi Kapitalisme menurut ekonom Klasik adalah, setiap manusia menyediakan dagangannya (barang dan jasa) untuk dijual. Seorang petani menyediakan hasil tanahnya, seorang pengusaha industri menyediakan barang hasil produksi pabriknya. Adapun orang yang tidak punya tanah ataupun modal, dia menyediakan tenaga pikiran atau tenaga tubuhnya. Semua yang disediakan itu, dijual di pasar sesuai dengan hukum persediaan dan permintaan (supply and demand), maka harga masing ditentukan dengan ukuran tertariknya pembeli kepada barang atau jasa tadi. Artinya, distribusi dalam ekonomi pasar ditentukan oleh masing-masing individu manusia.[6]

Menurut pandangan peneliti, walaupun dalam ekonomi pasar (kapitalisme) terdiri dari berbagai macam aliran ekonomi, namun mereka tetap memiliki satu ide yaitu meminimalkan campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Perbedaan pandangan diantara aliran ekonomi dalam ekonomi pasar bisa dikelompokkan dalam dua aliran besar, yaitu aliran Klasik dengan pengikutnya Neoklasik, Monetaris, sisi penawaran dan Ratex, sedangkan kelompok lainnya adalah Keynesian. Keduanya hanya berbeda pandangan dalam hal kapan waktu campur tangan pemerintah dalam perekonomian tersebut dibutuhkan. Aliran-aliran ekonomi pasca Keynes inilah yang kemudian disebut sebagai aliran neoliberalisme.

Sistem Ekonomi Komando
Sistem ekonomi komando adalah sistem ekonomi dimana peran pemerintah sangat dominan dan berpengaruh dalam mengendalikan perekonomian. Pada sistem ini pemerintah menentukan barang dan jasa apa yang akan diproduksi, dengan cara atau metode bagaimana barang tersebut diproduksi, serta untuk siapa barang tersebut diproduksi. Dengan karakteristiknya sistem ekonominya sebagai berikut:[7]

a. Semua alat dan sumber-sumber daya dikuasai pemerintah
b. Kebijakan perekonomian diatur sepenuhnya oleh pemerintah
c. Hak milik perorangan tidak diakui

Sistem ekonomi yang diprakarsai oleh Karl Marx (1818-1883) ini adalah sistem ekonomi yang lahir sebagai solusi alternatif dari sistem ekonomi pasar. Menurut Marx, sistem ekonomi pasar hanya akan melahirkan dua kutub kelompok manusia, yaitu borjuis (bangsawan pemilik modal) dan proletar (buruh). Harga buruh akan semakin rendah sehingga pada akhirnya kaum pemilik modal yang akan menentukan keberlangsungan hidup kaum buruh, sebab jumlah mereka (kaum buruh) lebih banyak dan terus bertambah banyak, berbanding terbalik dengan kaum borjuis yang jumlah mereka semakin sedikit karena tereliminasi dalam persaingan ekonomi sesama borjuis. Inilah yang diamaksud Marx sebagai teori kelas, sehingga Marx dalam sistem ekonomi komandonya ini menghapuskan kepemilikan individu dalam segala hal, baik barang faktor-faktor produksi maupun bukan.[8]

Marx memetakan materialisme kedalam materialisme histories dan materialisme dialektis. Materialisme histories merupakan pandangan ekonomi terhadap sejarah (economic interpretation of history), kata historis ditempatkan Marx dengan maksud untuk menjelaskan berbagai tingkat perkembangan ekonomi masyarakat yang terjadi sepanjang zaman. Sedangkan materialisme yang dimaksud adalah mengacu pada benda sebagai kenyataan yang pokok. Berkaitan dengan materialisme dialektis, jika para penganut filsafat idealisme yang sebelum dan sezamannya menilai bahwa dialektika hanya dapat diterapkan di dalam dunia abstrak, maka Marx menyatakan bahwa dialektika terjadinya di dunia nyata atau dunia materi.[9]
 
Sistem ekonomi komando disebut juga sistem ekonomi Sosialisme, dan hanya membutuhkan waktu kurang dari satu abad bagi Sosialisme, yang mulanya hanya sebuah gagasan ekonomi Karl Marx dalam buku monumentalnya Das Kapital, berubah menjadi kekuatan politik yang secara penuh menjalankan ekonomi Sosialisme.[10]

Uni Sovyet merupakan kekuatan politik yang merupakan negara pertama yang mengamalkan sosialisme. Vladimir Ilyich Lenin adalah kepala negara pertamanya. Buku panduan para pejuang sosialisme (Bolsyewik) merebut kekuasaan dari pemerintah sebelumnya juga menggunakan Manifestio Komunis (Communist Manifesto) karangan Marx dan Engels. Salah satu tulisan dalam buku tersebut berbunyi: “Buatlah kelas penguasa gemetar dengan revolusi kaum Komunis. Kaum proletar tidak akan kehilangan apa-apa kecuali rantai yang membelenggunya. Mereka memiliki dunia ini. Mereka akan menang. Wahai buruh seluruh dunia, bersatulah”.[11]

Kekuatan ekonomi Sosialisme, ternyata sekaligus merupakan kelemahan sistem ekonomi ini. Kekuatan itu adalah tidak adanya kepemilikan individu terhadap faktor-faktor produksi, yang berarti persamaan pendapatan yang dikomandoi oleh pemerintah. Kelemahan yang menjadi persoalan bagi ekonomi sosialisme adalah kaum petani. Mereka (kaum petani) tidak pernah tertarik dengan teori-teori Marx. “Daerah kota sedang menderita kelaparan, para petani menolak menghasilkan pangan lebih dari yang mereka butuhkan tanpa keuntungan yang mereka peroleh. Kali ini mereka telah memukul kita”, ujar Lenin kepada para pemimpin Bolsyewik.[12]

Sistem Ekonomi Campuran
Sebagian besar negara, baik Amerika Serikat maupun Inggris pada dasarnya melaksanakan ekonomi campuran. Tidak ada satu pun negara didunia ini yang secara tegas menganut satu diantara dua sistem ekonomi ekstrim tersebut. Kecenderungan saat ini adalah adanya sistem ekonomi campuran (mixed ekonomiy), yaitu mengambil sebagian unsur-unsur pasar, komando dan tradisional.[13] Karakteristik sistem ekonomi campuran adalah sebagai berikut:

a. Merupakan gabungan dari sistem ekonomi pasar dan terpusat.
b. Barang modal dan sumber daya yang vital dikuasai oleh pemerintah.
c. Pemerintah dapat melakukan intervensi dengan membuat peraturan, menetapkan kebijakan fiskal, moneter, membantu dan mengawasi kegiatan swasta.
d. Peran pemerintah dan sektor swasta berimbang.

Menurut Ali Yamin, pakar ekonomi fakultas ekonomi universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, juga menilai Indonesia lebih tepat menganut sistem ekonomi campuran, yakni sosialis dan liberal yang selama ini telah berjalan.[14]


[1] Sukwiaty, Sudirman Jamal dan Slamet Sukamto, Ekonomi SMA Kelas X, Yudhistira, Bogor, 2006, hal. 19.
[2] http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_full.php?id=157&fname=macam-macam.html.
[3] Michael H. Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa, Karisma Publishing Group, Batam, 2005, hal. 146-147.
[4] Muhammad Ramdhan Adhi, Globalisasi Skenario Mutakhir Kapitalisme, al-Azhar Press, Bogor, 2005, hal. 26.
[5] Deliarnov, ibid., hal. 168-169.
[6] Thahir Abdul Muhsin Sulaiman, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islami, PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1985, 298-299.
[7] http://www.e-dukasi.net/ibid.
[8] Franz Magnis Suseno, Marx Tentang Agama, Teraju, Bandung, 2002, hal. 199-202.
[9] Ali Maksum, Pengantar Filsafat dari Masa Klasik hingga Postmodernisme, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2008, hal. 154-155.
[10] Michael H. Hart, ibid., hal. 134-135.
[11] Jules Archer, Kisah Para Diktator Biografi Politik Para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis dan Tiran, Narasi, Yogyakarta, 2004, hal. 23.
[12] Ibid., hal. 32-33.
[13] Sukwiaty, Ibid. hal. 20.
[14] http://www.forumbebas.com/thread-59925.html