Sabtu, 03 April 2010

TEORI DASAR SISTEM MONETER

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab


Sistem moneter adalah suatu istilah umum yang meliputi kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan yang mempengaruhi mata uang negara tertentu.[1] Bisa juga diartikan sebagai sistem ekonomi yang mengatur masalah keuangan negara tertentu, sebab sistem ekonomi mencakup juga masalah mata uang dan keuangan.

a.      Standard Moneter
Standard moneter diartikan sebagai sistem moneter yang didasarkan atas standard nilai dari pada uang, termasuk didalamnya peraturan tentang ciri-ciri/sifat-sifat dari pada uang, peraturan tentang jumlah uang yang beredar (baik logam ataupun kertas), ekspor-impor logam-logam mulia serta fasilitas bank dalam hubungannya dengan ekspansi demand deposit.[2]

b.      Macam-Macam Standard Moneter
Pada hakekatnya standard moneter dapat dikategorikan menjadi dua golongan, yaitu: standard barang (commodity standard) dan standard kepercayaan (fiat standard/paper standard).[3]

1)      Standard Barang (commodity standard)
Standard barang diartikan sebagai sistem moneter dimana nilai/tenaga beli uang dijamin sama dengan seberat barang tertentu. Misalnya jika uang yang beredar nilainya dijamin dengan gram emas tertentu disebut standard emas, jika dijamin dengan gram perak tertentu disebut standard perak, dan bila dijamin dengan seberat emas dan perak tertentu disebut standard kembar (bi metalic standard). Dan standard barang ini dibedakan menjadi standard tunggal (monometalic standard) dan standard kembar (bi metalic standard).

2)      Standard kepercayaan (fiat standard/paper standard)
Adalah suatu sistem keuangan dimana tiap kesatuan uang tidak dipelihara nilainya dengan seberat gram barang tertentu (apakah emas ataukah perak). Dalam standard kertas, bank sentral tidak mempunyai kewajiban untuk membeli atau menjual emas dengan harga yang tertentu kepada siapapun juga. Bank sentral selalu dapat mengeluarkan uang kertas bank, sampai berapa jumlah yang diinginkan, sekalipun likuiditasnya tidak mengijinkan tindakan seperti itu.[4]

Jaminan bank sentral dalam standard kertas hanya merupakan tanda peringatan saja, bahwa apabila jaminan tidak mencukupi, supaya pemerintah waspada dalam mengendalikan kebijaksaan moneter dan perkreditan. Nilai tukar mata uang fiat standard tergantung dari kemampuan pemerintah dalam memberi jumlahnya agar dapat mengurangi penyusutan yang besar, dengan kata lain jumlah uang beredar diatur oleh pemerintah agar dapat memenuhi kebutuhan dalam perekonomian.[5]

c.       Sistem Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik, atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing. Sebagai contoh nilai tukar (NT) Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD) adalah harga satu dollar Amerika (USD) dalam Rupiah (Rp), atau dapat juga sebaliknya diartikan harga satu Rupiah terhadap satu USD.[6] Pada dasarnya terdapat tiga sistem nilai tukar, yaitu: Pertama, fixed exchange rate atau sistem nilai tukar tetap. Kedua, managed floating axchange rate atau sistem nilai tukar mengambang terkendali. Ketiga, floating exchange rate atau sistem nilai tukar mengambang.[7]

1)      Sistem Nilai Tukar Tetap
Pada sistem nilai tukar ini, nilai tukar atau kurs suatu mata uang terhadap mata uang lain ditetapkan pada nilai tertentu, misal; nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang  dolar Amerika adalah Rp.8000 per dolar. Pada sistem nilai tukar ini bank sentral akan siap menjual atau membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan nilai tukar yang ditetapkan pemerintah, sebab, sebetulnya nilai tukar mata uang dengan mata uang lain bergantung atas permintaan dan penawaran mata uang itu sendiri. Apabila nilai tukar tersebut tidak lagi dapat dipertahankan, maka bank sentral dapat melakukan devaluasi ataupun revaluasi atas nilai tukar yang ditetapkan.

Devaluasi adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah pada suatu negara untuk secara sepihak menurunkan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap mata uang lainnya; misal nilai tukar rupiah yang semula ditetapkan sebesar Rp.8000 per dolar AS diturunkan menjadi Rp.9000 per dolar AS. Sebaliknya, revaluasi adalah kebijakan menaikkan nilai tukar negara tersebut terhadap mata uang lain.

2)      Sistem Nilai Tukar Mengambang
Pada sistem nilai tukar ini, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan permintaan diatas penawaran, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan penawaran diatas permintaan yang terjadi di pasar valuta asing.

Nilai tukar dikatakan melemah apabila diperlukan nilai uang yang lebih banyak untuk membeli valuta asing dalam jumlah yang sama, misal nilai tukar rupiah melemah dari semula per dolar dapat dibeli dengan Rp.8000 menjadi Rp.9000 per dolar. Bank sentral dapat melakukan intervensi di pasar valuta asing, yaitu dengan menjual devisa dalam hal terjadi kekurangan pasokan  atau membeli devisa apabila terjadi kelebihan penawaran untuk menghindari gejolak nilai tukar yang berlebihan di pasar, akan tetapi intervensi dimaksud tidak diarahkan untuk mencapai target tingkat nilai tukar tertentu atau dalam kisaran tertentu.

3)      Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali
Sistem nilai tukar mengambang terkendali merupakan sistem yang berada diantara kedua sistem nilai tukar diatas. Dalam sistem nilai tukar ini, bank sentral menetapkan batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut intervention band (batas pita intervensi). Nilai tukar akan ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang berada di dalam batas kisaran pita intervensi tersebut. Apabila nilai tukar menembus batas atas atau batas bawah dari kisaran tersebut, bank sentral akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valuta asing sehingga nilai tukar bergerak kembali ke dalam pita intervensi.

Apabila nilai tukar menembus batas atas atau batas bawah dari pita intervensi, secara otomatis bank sentral akan menjual atau membeli devisa yang diperlukan oleh pasar sehingga nilai tukar bergerak kembali ke dalam batas kisaran pita intervensi. Penetapan lebarnya kisaran intervensi tergantung pada besarnya cadangan devisa yang dimiliki bank sentral serta kemungkinan kebutuhan yang terjadi di pasar. Umumnya hal ini akan disesuaikan dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan cadangan devisa dan volume transaksi di pasar valuta asing.



[1] Alex MA, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, Karya Harapan, Surabaya, 2005, hal. 414.
[2] Mugi Raharjo, Ekonomi Moneter, UNS Press, Surakarta, 2009, hal. 29.
[3] Ibid., hal. 30.
[4] Ibid., hal 47.
[5] Ibid., hal 47-48.
[6] Ibid., hal.147.
[7] Ibid., hal. 109-111.