Sabtu, 16 April 2011

TEORI MIKRO - MAKRO EKONOMI DALAM PANDANGAN EKONOMI ISLAM

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab

Pendahuluan
Pada setiap Perguruan Tinggi di Indonesia bahkan di dunia, yang didalamnya terdapat program ekonomi, ada dua mata kuliah yang wajib diikuti oleh setiap mahasiswanya, yakni ekonomi mikro dan ekonomi makro, baik pada jurusan Akuntansi, Pembangunan maupun Manajemen.
Dua mata kuliah tersebut dianggap sebagai mata kuliah dasar untuk memahami ilmu ekonomi secara keseluruhan, dan tanpa menguasai keduanya, seorang pakar ekonomi tidak dianggap menguasai ekonomi bila tidak menguasai dua mata kuliah tersebut.

Menurut pengetahuan umum (pengetahuan dasar) pada fakultas ekonomi, teori Mikro ekonomi didefinisikan sebagai teori ekonomi yang menelaah hubungan (prilaku) variable ekonomi individual, atau prilaku ekonomi dalam ruang lingkup kecil, seperti: permintaan suatu barang, produksi suatu barang, konsumsi suatu barang, harga suatu barang dan lain sebagainya. 

               Adapun teori Makro ekonomi adalah teori ekonomi yang menelaah hubungan (prilaku) variable-variabel ekonomi secara agregat (keseluruhan) seperti kesempatan kerja, inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB), pendapatan nasional, permintaan uang,[1] investasi nasional, jumlah uang beredar, tingkat bunga, utang pemerintah, neraca pembayaran dan lain sebagainya.[2] Demikianlah definisi dari ekonomi mikro dan ekonomi makro.

Kemudian, bagaimanakah ekonomi Islam memandang tentang eksistensi teori mikroekonomi dan makroekonomi dalam dunia akademisi, yang seolah tampak menjadi pondasi dasar bagi para pakar ekonomi dalam membahas segala bentuk persoalan ekonomi. Berikut pembahasannya.

Analisis Sejarah Ekonomi Mikro dan Ekonomi Makro
Pengakuan dunia terhadap ilmu ekonomi sebagai cabang ilmu tersendiri baru tercipta pada abad 18 M, setelah Adam Smith menulis buku The Wealth of Nation pada tahun 1776. masa ini merupakan masa awal bagi perkembangan ilmu ekonomi dunia, sebab pasca munculnya Adam Smith yang disertai dengan terbitnya bukunya itu, yaitu buku yang menjadi rujukan bagi ekonom seluruh dunia, bahkan hingga saat ini, mampu merangsang para pemikir ekonomi barat lainnya menerbitkan buku-buku lain yang kemudian pemikiran didalamnya juga menjadi rujukan bagi ekonom seluruh dunia. Dan kemudian para penulis-penulis buku tersebut menjadi tokoh yang dikagumi semua bangsa di dunia.

Mereka itu adalah tokoh-tokoh aliran klasik yang memiliki pemikiran yang saling mendukung dengan pemikiran Adam Smith. Seperti David Ricardo (1815), Thomas Robert Malthus (1798), Jean Baptise Say (1832) dan John Stuart Mill (1848).[3] Dan teori ekonomi dari pemikiran mereka ini sering disebut dan dianggap sebagai pondasi dasar dari teori ekonomi mikro.

Pemikiran David Ricardo yang popular adalah teori harga relative berdasar biaya-biaya produksi, yang kemudian melahirkan teori biaya sewa tanah, teori biaya capital (bunga), dan teori upah tenaga kerja (nilai kerja dan upah alami). Adapun Thomas Robert Malthus pemikirannya yang popular adalah teori populasi, yang dari pemikirannya tersebut memicu pemerintahan untuk menggalakkan dua hal, yaitu program Keluarga Berencana (KB) dan atau meningkatkan produksi nasional (PDB). Demikian pula pemikiran ekonomi dari JB. Say yang mendukung pemikiran Malthus untuk meningkatkan produksi nasional, sebab penawaran itu akan menghasilkan permintaannya sendiri, artinya setiap produksi yang dihasilkan akan mampu dibeli/diserap oleh konsumen/masyarakat. Dengan begitu, produksi harus terus ditingkatkan demi mengatasi problem ekonomi dalam pandangan mereka, yaitu Scarcity (kelangkaan)

Demikianlah teori-teori dari tokoh ekonomi dunia yang pemikirannya sejak dahulu hingga saat ini menjadi rujukan bagi seluruh bangsa di muka bumi ini. Pemikiran mereka menjadi kurikulum wajib bagi sekolah menengah dan apalagi perguruan tinggi di negeri ini. Dan bukan hanya sekedar teori dalam mengikuti pemikiran mereka ini, namun teori-teori tersebut juga dipraktekkan secara nyata ditengah-tengah masyarakat, baik oleh bangsanya sendiri maupun oleh seluruh bangsa di dunia ini.

Namun pemikiran ekonomi mereka adalah buah hasil dari pemikiran manusia yang merupakan makhluk lemah, hingga dapat dipastikan apabila pemikiran yang dihasilkan oleh makhluk yang lemah sudah barang tentu akan berbuah kelemahan pula. Hingga hal ini dibuktikan pada tahun 1929, praktek dari pemikiran mereka berbuah bencana. Terjadilah pada saat itu peristiwa monumental dalam sejarah perekonomian dunia, The Great Depression di Amerika, dan bahkan tidak cukup sampai di wilayah tersebut saja, dampaknya merambah keseluruh negara-negara Eropa bahkan belahan dunia lainnya seperti Asia.

Depresei BesarGreat Depression adalah peristiwa yang menghancurkan segala sendi perekonomian negara-negara dunia hingga ke level yang lebih kecil, yaitu individu masyarakat. Pada masa ini meledaklah angka kemiskinan karena pengangguran yang merajalela terutama di Amerika dan Eropa, inflasi melambung tinggi menambah daya beli masyarakat mencapai titik nol. Namun dari peristiwa tersebut, sayangnya disikapi oleh para pemikir dan pengambil kebijakan ekonomi mereka dengan terus dan tetap merujuk pada pemikiran tokoh-tokoh mereka yang selama ini membuat perekonomian mereka maju, yaitu pemikiran Adam Smith, David Ricardo dan kawan-kawannya. Akibatnya tak ayal lagi, diprediksi dan dipastikan, dan terbukti masa depresi ini tak kunjung usai bertahun-tahun lamanya, dan korban jiwa pun terus berjatuhan.

Pemikiran maenstrim/utama dari para tokoh seperti Adam Smith dan kawan-kawannya tersebut adalah menolak segala bentuk campur tangan pemerintah. Jadi, apabila terjadi suatu masalah ekonomi ditengah-tengah masyarakat, menurut mereka harus dibiarkan saja, pemerintah tidak dikehendaki dalam memberikan solusi. Sebab masalah tersebut akan terselesaikan sendiri secara alami, yaitu diselesaikan oleh invisible hand. Dan invisible hand yang terbentuk adalah hasil dari mekanisme pasar, yang merupakan titik hasil dari pertemuan sisi penawaran dan sisi permintaan. Contoh mekanisme pasar adalah sebagai berikut: apabila pada suatu masa harga beras mahal akibat sedikitnya jumlah produksi, maka manusia akan jarang untuk bisa menikmati beras. Ini adalah sisi permintaan, karena harga tinggi maka permintaan akan rendah. Namun disisi lain, disisi penawaran, karena tingginya harga beras maka akan mengundang produsen lain untuk berkecimpung dalam produksi beras, sebab memproduksi beras akan sangat besar keuntungannya karena harganya yang tinggi. Maka akan melahirkan produsen-produsen baru yang memproduksi beras, alhasil produksi beras pun meningkat. Sesuai hukum penawaran, semakin tingginya penawaran beras di pasar oleh para produsen, tentu akan menurunkan harga beras tersebut, sebab masing-masing produsen akan bersaing agar berasnya laku dengan cara menurunkan harga. Akibatnya harga beras turun, dan berbisnis beraspun tidak lagi menjadi ajang bisnis yang menggiurkan, maka satu demi satu produsen beras pun beralih profesi meninggalkan bisnis berasnya. Sekali lagi produksi beras menjadi sedikit, sehingga kembali melambungkan harga beras. Demikian seterusnya, alhasil sisi permintaan dan penawaran pun bertemu di titik equilibrium.

Demikianlah pemikiran Adam Smith dalam perekonomian, tampak sebagai solusi jitu dari setiap problem ekonomi yang muncul. Dan teori seperti inilah yang menjadi pegangan bagi para pengambil kebijakan pada masa itu. Sebab diyakini bahwa kondisi sulit pada masa tersebut (depresi besar) akan terselesaikan dengan sendirinya sebagaimana terselesaikannya masalah harga beras seperti contoh diatas. Dan ternyata hasilnya berkata lain, penderitaan akibat masa resesi tersebut tak kunjung usai, bahkan telah banyak mengambil korban jiwa.

Di tengah-tengah masa resesi ini muncullah pemikir ekonomi John Maynard Keyness bersama bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (Teori Umum Pengangguran, Bunga dan Uang) pada tahun 1936. pemikirannya mengkritik teori tokoh ekonomi seperti Adam Smith dkk. Yaitu dengan mengharuskan adanya campur tangan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi. Dan bukannya Keyness tidak mempercayai pemikiran Adam Smith mengenai invisible hand dari mekanisme pasar, namun apabila pemerintah tidak turut campur dalam persoalan ini, menurut Keynes dalam waktu lama masyarakat akan mati kelaparan dalam penantian hadirnya invisible hand tersebut. Maka pemerintah secepat mungkin turut andil dalam persoalan ini.

Pikiran utama dari Keynes adalah bagaimana pemerintah mengatasi masalah inflasi dan pengangguran pada masa resesi ini. Mengatasi inflasi yaitu dengan menaik-turunkan tingkat suku bunga bank, yang biasa kita kenal dengan kebijakan moneter. Dan mengatasi masalah pengangguran dengan seberapa besar pemerintah menggalakkan program padat karya, dengan mengambil dana yang berasal dari pajak, maka kebijakan seperti ini biasa kita kenal dengan kebijakan fiskal. Dengan demikian, dua tema pokok inilah yang menyebabkan munculnya pembahasan Ekonomi Makro. Sebab masalah inflasi dan pengangguran adalah masalah kolektif (agregat) yang belum pernah terfikirkan oleh Adam Smith bersama teman-temannya yang tergabung dalam aliran Klasik. Dan setiap pemikiran dari para tokoh aliran Klasik inilah yang saat ini dikenal dengan pembahasan Ekonomi Mikro. JM Keynes dikenal sebagai bapak Ekonomi Makro karena melahirkan pemikiran agregatif, sedangkan setiap pemikiran tokoh aliran Klasik dikenal sebagai teori-teori Ekonomi Mikro.

Jadi, lahirnya Ekonomi Makro pada tahun 1936 adalah sebagai bentuk solusi dari permasalahan yang ditimbulkan oleh teori dan praktek Ekonomi Mikro yang lahir sejak tahun 1776, permasalahan tersebut adalah inflasi dan pengangguran. Dua tema utama yang menjadi pembahasan dalam ekonomi makro. Adapun materi lain selain inflasi dan kesempatan kerja dalam ekonomi makro, merupakan hanya materi pendukung atau alat untuk melihat apakah solusi yang diberikan ekonomi makro menggapai sukses, seperti pembahasan PDB dan pendapatan nasional.

Definisi Ekonomi Mikro dan Makro menurut Ekonomi Islam
Dari uraian sejarah singkat dari ekonomi mikro dan ekonomi makro tersebut maka definisi ekonomi mikro dan ekonomi makro tidaklah lagi sebagaimana definisi umum yang biasa kita kenal dalam buku-buku mengenai keduanya. Yaitu ekonomi mikro disebutkan sebagai teori yang menelaah kegiatan ekonomi secara individual dari sudut pandang hubungan antara produksi, konsumsi, harga, permintaan dan penawaran. Dan ekonomi makro adalah teori yang  menelaah hubungan variable ekonomi secara agregat, seperti inflasi, pengangguran, PDB dan pendapatan nasional dan lain-lain. Tidaklah demikian. Sebagaimana sejarah menyebutkan, maka definisi dari ekonomi mikro dan makro dapat kita definisikan dengan definisi yang lebih akurat, yakni sebagai berikut:

Bahwa Ekonomi Mikro adalah:
Teori ekonomi yang menelaah kegiatan ekonomi antar individu dalam suatu masyarakat, yang apabila teori tersebut dipraktekkan dalam kehidupan nyata pasti akan menimbulkan masalah, yang masalah tersebut tidak akan pernah dapat terselesaikan dengan cara apapun juga.”

Apabila ada sebuah solusi yang mampu meredam gejolak masalah tersebut, pasti dikemudian hari masalah tersebut akan muncul kembali dengan permasalahan yang jauh lebih besar.

Adapun definisi dari Ekonomi Makro adalah:
Teori ekonomi yang membahas masalah kebijakan yang diambil pemerintah sebagai solusi untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh praktek dari teori ekonomi mikro

Sebenarnya dalam definisi baru dari ekonomi makro tersebut juga kurang tepat, sebab solusi yang diberikan menurut pembahasan  dalam ekonomi makro tidak pernah menyentuh sumber penyakitnya atau sumber permasalahannya. Sehingga bila diibaratkan, seperti seorang dokter yang memberi resep obat penyakit asma, padahal penyakit yang diderita pasiennya adalah penyakit kangker. Jelas tidak mungkin sembuh.

Mengidentifikasi Sumber Masalah
Masalahnya tentu ada pada setiap pemikiran yang merupakan hasil dari pemikiran manusia yang merupakan makhluk lemah, yang sudah tentu akan menghasilkan pemikiran lemah yang sarat dengan cacat. Dan letak kelemahannya ada pada pemikiran yang menghasilkan peraturan hukum (sistem) yang mengatur kegiatan ekonomi antara manusia satu dengan manusia lainnya, bukan pada masalah teknisnya yang berfungsi sebagai alat penjalan roda perekonomian, seperti bagaimana tata cara teknis memproduksi barang dan jasa.

Permasalahan pokok dalam teori ekonomi mikro adalah menyangkut sistem dalam menghasilkan output/hasil produksi. Yaitu berkaitan dengan biaya-biaya dari faktor-faktor produksi, seperti SDA (biaya sewa tanah dan hukum industri), Modal (biaya bunga modal dan teori akumulasi kapital), dan SDM (biaya tenaga kerja). Masing-masing dari biaya factor-faktor produksi tersebut menurut tokoh aliran Klasik memiliki peraturannya sendiri saat diterapkan. Dan menurut ekonomi Islam, inilah sumber masalah yang seharusnya menjadi fokus pembahasan para ahli untuk menguraikan problem ekonomi, seperti inflasi, pengangguran dan kemiskinan. Dan bukannya berputar pada masalah pembahasan bagaimana meningkatkan pendapatan nasional dan menaik-turunkan suku bunga, sebagaimana solusi yang selama ini diberikan ekonomi makro.

Sebagaimana dalam penghitungan, apabila menggunakan pendekatan pendapatan, biaya-biaya inilah (SDA, SDM, Modal) yang jika ditambahkan dengan profit/keuntungan, pada seluruh perusahaan nasional, menjadi perhitungan setiap bangsa di dunia untuk melihat jumlah Pendapatan Nasional mereka. Apakah mengalami kemajuan dari tahun sebelumnya ataukah tidak. Apabila ada kemajuan dari tahun sebelumnya maka keadaan ekonomi suatu bangsa atau PDB/PNB mereka dikatakan mengalami kemajuan.

a.      Biaya Sewa Tanah dan Hukum Industri
Menurut David Ricardo, tanah adalah factor produksi yang dimiliki rumah tangga dan yang dibutuhkan perusahaan dalam menjalankan proses produksinya. Tanah tersebut tetap menjadi milik perseorangan (rumah tangga) selama sebuah perusahaan belum membeli darinya. Dengan demikian harus ada kompensasi bagi pemilik tanah saat tanah tersebut digunakan oleh pemilik industri/perusahaan, sebab pemilik tanah tersebut memang akan memintanya, dan kompensasi tersebut adalah sewa. Hukum pertanahan di Indonesia pun demikian, seorang pemilik tanah dijamin atas hak kepemilikan tanahnya dengan sebuah sertifikat. Yang menjamin bahwa tanah tersebut akan tetap menjadi miliknya selamanya, kecuali melalui proses jual beli maupun hibah. Dengan demikian walaupun tanah tersebut dibiarkan tanpa dikelola bertahun-tahun, tanah tersebut akan tetap menjadi pemilik awal.

Adapun hukum kepemilikan tanah dalam ekonomi Islam tidak sebagaimana teori hukum pertanahan dalam teori ekonomi mikro David Ricardo. Ekonomi Islam  mengharamkan seorang pemilik tanah menyewakan tanahnya. Ekonomi Islam hanya memberikan dua pilihan kepada pemilik tanah, yaitu segera dikelola oleh dirinya sendiri, atau ia berikan tanah tersebut kepada orang lain. Dan apabila tanah tersebut tidak dikelola oleh pemiliknya, maka negara memberikan jangka waktu tiga tahun berturut-turut. Apabila lebih dari tiga tahun berturut-turut tanah tersebut tidak ia kelola, maka dengan paksa negara akan mengambil hak kepemilikannya untuk kemudian diberikan pada orang lain.

Sebagaimana Hadits dari Umar bin Khattab:
Barang siapa menelantarkan tanah selama tiga tahun berturut-turut dan ia tidak mengelolanya, maka apabila datang orang lain dan ia mengelolanya, maka tanah tersebut menjadi miliknya”.

Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya, atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila ia mengabaikannya, maka hendaknya tanahnya diambil”. (HR. Bukhari)

Dan larangan Rasulullah SAW menyewakan tanah:
Siapa saja yang mempunyai tanah, hendaknya menanami tanahnya, atau hendaknya ditanami (diberikan pada) saudaranya. Dan janganlah menyewakannya dengan sepertiga, seperempat, maupun dengan makanan yang sepadan.” (HR. Abu Daud)

Hikmah dari hadits-hadits Nabi diatas jika diterapkan adalah, manusia akan terdorong untuk membuat semua tanah yang ada di muka bumi ini produktif (menghasilkan bahan pangan dan lain sebagainya). Sebab ia terancam akan kehilangan hak kepemilikan atas tanahnya jika tanahnya ditelantarkan selama lebih dari 3 tahun berturut-turut. Dengan demikian produksi bahan pangan pun akan melimpah, dengan begitu akan membuat harganya murah dan dapat terjangkau oleh semua kalangan. Tidak sebagaimana teori sewa tanah David Ricardo, yang mengancam tanah akan mati terbengkalai dan tidak produktif, sebab tanah yang ditelantarkan oleh pemiliknya akan tetap menjadi pemiliknya, dan tidak dapat diganggu gugat, walaupun tanah tersebut diterlantarkan selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Artinya, tanah tersebut menjadi tidak produktif selama berpuluh-puluh tahun. alhasil produksi bahan pangan pun terbatas, sebab tanah yang menghasilkan  produksi bahan pangan juga terbatas. Akibatnya harga bahan pangan tidak akan semurah apabila produksi bahan pangan tersebut melimpah ruah. Sebab kebanyakan tanah-tanah tersebut terbengkalai tidak menghasilkan apapun, dan hanya sedikit dari tanah-tanah tersebut yang produktif. Jadi, solusi dari ekonomi Islam tentang pertanahan hanya dua. Yaitu hendaknya tanah tersebut digarap, atau diberikan pada orang lain yang mampu menggarapnya, tidak ada pilihan lain. Juga tanah tersebut tidak boleh disewakan, sebab kebolehan sewa terhadap tanah, selain melanggar larangan dalam hadits Nabi, juga akan dapat menghilangkan tujuan hukum ekonomi Islam yang dimaksudkan untuk agar semua tanah produktif dan menghasilkan bahan pangan yang melimpah ruah.

Adapun hukum industri menurut ekonomi Islam, semuanya harus mengikuti hukum dari hasil produksi yang dihasilkan (ash-shina’atu tu’khozu hukmu ma tuntijuhu). Adapun menurut Adam Smith, semuanya harus diprivatisasi  melalui mekanisme pasar, sebab ekonomi mikro berpedoman pada asas penghilangan campur tangan pemerintah dalam perekonomian (laisses faire laisses passer). Sedangkan menurut ekonomi Islam, apabila hasil produksi bersifat kepemilikan umum, maka status industrinya pun berubah menjadi kepemilikan umum, yang tidak boleh dimiliki perorangan/diprivatisasi, dan atau diserahkan pengelolaannya kepada swasta/asing, atau bahkan juga tidak boleh dimiliki oleh negara sekalipun. Semua hasil prduksi yang berstatus kepemilikan umum, atau yang bersifat sebagai pemenuh hajat hidup orang banyak, segala manfaat benda dan keuntungannya adalah milik rakyat, bukan milik negara atau juga perseorangan. Sehingga kekayaan menjadi terdistribusi merata pada seluruh rakyat. Bukan hanya pada individu yang menguasai kekayaan alam tersebut. Adapun jenis-jenis barang berkepemilikan umum secara lengkap dapat anda lihat pada bagian lain di blog ini tentang jenis-jenis kepemilikan umum.

b.      Biaya Bunga Modal dan Teori Akumulasi Kapital
Menurut teori aliran Klasik, bunga merupakan instrument utama yang membuat lembaga keuangan perbankan dapat tegak berdiri. Bila tiada bunga, tidak akan ada perbankan. Dan keberadaan perbankan dimaksudkan untuk mempermudah pihak yang membutuhkan modal bertemu dengan pihak pemilik modal, selain itu bunga juga berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Dengan demikian bunga merupakan instrument penting dalam teori ekonomi mikro juga makro. Bungalah yang membuat roda perekonomian terus berjalan.

Namun tidak demikian menurut ekonomi Islam, bunga merupakan instrument haram yang harus disingkirkan sejauh mungkin. Sebab bunga obligasi dan bunga perbankanlah yang membuat APBN pemerintah harus mendanai LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dalam menyehatkan kembali perbankan yang sakit. Alhasil pemerintah harus mencetak uang setiap tahunnya demi menutupi APBN yang jebol. Tentu saja akibatnya jumlah uang beredar akan bertambah setiap tahunnya. Bertambahnya jumlah uang beredar tentu membuat nilai uang menjadi turun. Dengan begitu tampaklah seolah harga-harga seluruh barang akan naik secara serentak, padahal kejadian sebenarnya adalah menurunnya nilai uang karena jumlahnya yang selalu bertambah, dan inilah yang dimaksud dengan inflasi yang sebenarnya. Yaitu turunnya nilai uang, dan bukan naiknya harga seluruh barang. Alhasil, secara riil rakyat yang berpenghasilan tetap akan termiskinkan secara sistematis.

Solusi dari ekonomi Islam agar uang yang beredar di masyarakat bisa tetap jumlahnya, sehingga masyarakat tetap termudahkan mendapatkan uang tersebut sebagai alat tukar adalah, dengan memberi hukuman ta’zir yang menjerakan bagi para penimbun uang, penyimpan uang yang tidak memiliki tujuan konsumsi di masa depan. Sehingga mereka dipaksa oleh pemerintah untuk membelanjakan uang yang disimpan olehnya.

Adapun teori akumulasi kapital adalah teori yang berasal dari Adam Smith. Menurut Smith betapa pentingnya modal dalam proses produksi, sebab modal yang besar akan membuat jumlah produksi barang juga besar, sebab modal besar akan dapat membeli mesin-mesin canggih untuk mempermudah produksi secara massal. Apabila output dapat diproduksi secara massal, maka biaya produksinya pun akan sedikit, dengan demikian harga perunitnya akan dapat dijual dengan harga semurah mungkin. Dengan begitu Smith dan para pemikir ekonomi Kapitalisme lainnya bersepakat membuat suatu rumusan bentuk perusahaan yang mampu mengumpulkan modal besar dengan mudah dan dalam waktu singkat, yang efektif dan efisien. Bentuk perusahaan tersebut adalah PT (Perseroan Terbatas), dan penunjang modal yang dapat diandalakan PT. adalah eksistensi perbankan dan pasar modal.

Menurut ekonomi Islam, bentuk perusahaan adalah kesepakatan kerjasama bisnis antara dua orang atau lebih yang ketentuannya harus mengikuti ketetapan hukum Allah. Seperti bentuk perusahaan yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam adalah  perseroan Mudharabah, Inan, Abdan, Wujuh dan Mufawadhah. Sedangkan PT dalam kajian ekonomi Islam tidak memenuhi ketentuan hukum ekonomi Islam. Sehingga tidak dibenarkan kaum muslim dalam berekonomi menggunakan sistem tersebut.

Adapun hikmah dari pelarangan PT adalah, bila PT tersebut diterapkan akan membuat persaingan usaha menjadi tidak imbang. Pada perusahaan dengan modal besar akan dengan mudah mematikan usaha perusahaan dengan modal kecil, alhasil pemilik usaha kecil akan kehilangan usahanya, dan ia pun harus mencari pekerjaan. Bertambahlah jumlah pencari kerja, dan berkuranglah tempat bekerja. Sesuai hukum permintaan dan penawaran, harga tenaga kerja akan turun oleh sebab penawaran tenaga kerja yang meningkat.

c.       Biaya Tenaga Kerja
Menurut David Ricardo, biaya/gaji tenaga kerja harus ditetapkan berdasarkan upah alami (natural wage). Upah alami adalah upah yang besarnya sekedar dapat membuat tenaga kerja tersebut dapat bertahan hidup. Sebab menurut Thomas Robert Malthus, apabila upah buruh/tenaga kerja tinggi maka mereka akan cenderung untuk terus bereproduksi. Alhasil jumlah penduduk akan terus melonjak melebihi jumlah produksi barang/jasa. Upah alami inilah yang mengilhami lahirnya konsep UMR (Upah Minimum Regional) yang ditetapkan berdasarkan KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Upah alami ini juga yang biasa disebut oleh pelopor musuh bebuyutan ekonomi Kapitalisme, yaitu ekonomi Sosialisme Karl Marx sebagai upah besi, sebagai bentuk kritikan kepada ekonomi Kapitalisme.

Sebenarnya kelahiran konsep UMR ini dimaksudkan untuk menjaga agar upah yang diterima seorang tenaga kerja tidak sampai turun hingga pada jumlah yang tidak mampu menopang kebutuhan hidupnya. Artinya konsep ini dimaksudkan baik. Pemerintah memaksa para pemberi kerja untuk memberi gaji tenaga kerjanya diatas atau sama dengan UMR, agar para seorang pekerja bisa dapat mempertahankan hidupnya. Sehingga hidupnya terjamin. Namun yang sangat disayangkan adalah, kebanyakan pemegang kebijakan ekonomi di dunia ini tidak pernah memahami problem dasar penyebab yang melatarbelakangi bertambahnya penawaran tenaga kerja (jumlah pencari kerja), sehingga membuat harga tenaga kerja dipasaran tersebut menjadi turun. Ekonom dunia pun tidak pernah memahami latar belakang yang menyebabkan turunnya permintaan tenaga kerja (jumlah perusahaan). Yang seharusnya, apabila naiknya penawaran tenaga kerja diikuti oleh naiknya permintaan tenaga kerja, tentu naiknya penawaran tenaga kerja tersebut akan mampu terserap oleh permintaan tenaga kerja yang meningkat pula. Sehingga harga dari jasa tenaga kerja memiliki nilai pilih. Oleh sebab tidak difahaminya problem dasar tersebut, mengakibatkan setiap solusi yang diberikan pemerintah (ekonomi makro) tidak pernah dapat menyelesaikan masalah pengangguran.

Menurut ekonomi Islam, harga tenaga kerja harus sesuai dengan kesepakatan pekerja dan pemberi kerja. Dengan kata lain, tingkat upah tenaga kerja harus sesuai kesepakatan (aqad). Pemerintah tidak berhak dan tidak boleh menetapkan harga tenaga kerja. Pemerintah tidak boleh menetapkan UMR, UMP atau yang lainnya. Maka bisa jadi, dalam ekonomi Islam gaji seorang tenaga kerja berada dibawah UMR.

Menurut Ekonomi Islam, salah satu penyebab naiknya penawaran tenaga kerja yang diikuti dengan turunnya permintaan tenaga kerja tersebut adalah akibat penerapan bentuk PT. (Perseroan Terbatas). Sebab PT adalah bentuk perusahaan yang memudahkan berkumpulnya modal dalam jumlah besar dan cepat, sehingga dengan mudah mematikan perusahaan-perusahaan kecil untuk gulung tikar. Akibatnya, pekerja di perusahaan-perusahaan kecil tersebut menjadi berstatus sebagai pencari kerja baru. Pengangguran pun bertambah.

Apabila PT ditiadakan dan diganti dengan bentuk sistem perseroan dalam Islam, maka tingginya penawaran tenaga kerja akan mampu diserap oleh tingginya permintaan tenaga kerja, sehingga harga tenaga kerja memiliki nilai pilih dari banyaknya permintaan tenaga kerja (perusahaan). Maka harga tenaga kerja pun akan stabil.

Kesimpulan
Ekonomi Islam tidak terbagi menjadi ekonomi mikro (pembuat masalah) dan ekonomi makro (pemecah masalah). Sebab penerapan ekonomi Islam tidak akan menghasilkan masalah, sehingga tidak memerlukan sebuah solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Ekonomi Islam hanya terbagi menjadi Ilmu Ekonomi Islam dan Sistem Ekonomi Islam, yang pembahasannya dapat anda baca pada bagian lain dalam blog ini. Allahu a’lam bishshowab.

Daftar Pustaka
Prof. Dr. Soediyono Reksoprayitno, MBA., Pengantar Ekonomi Makro, BPFE Yogyakarta, 2000.
Prof. Dr. Soeharno, Teori Mikroekonomi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2007.
Deliarnov. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2005.
Abdurrahman Al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, Al-Izzah.
Paul A Samuelson. dan William D. Nordhaus. Ekonomi – jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga, 1989.



[1] Prof. Dr. Soeharno, Teori Mikroekonomi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2007, hal. 4
[2] Prof. Dr. Soediyono Reksoprayitno, MBA., Pengantar Ekonomi Makro, BPFE Yogyakarta, 2000, hal. 2.
[3] Deliarnov. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2005.

Tidak ada komentar: