Kamis, 19 November 2009
KEKAYAAN BARANG TAMBANG INDONESIA DAN PROBLEMATIKANYA (Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian dan Kepulauan Sunda Kecil)
Rabu, 18 November 2009
KEKAYAAN BARANG TAMBANG PULAU SUMATERA (dibawah kendali perusahaan nasional dan asing)
Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan.
Di bagian utara pulau
Kepadatan penduduk pulau
Kekayaan alam di setiap provinsi pulau ini juga sangat melimpah, di Aceh misalnya Usaha pertambangan umum telah dimulai sejak 1900. Daerah operasi minyak dan gas di bagian utara dan timur meliputi daratan seluas 8.225,19 km² dan dilepas pantai Selat Malaka 38.122,68 km². Perusahaan migas yang mengeksploitasi tambang Aceh berdasarkan kontrak bagi hasil (production sharing) saat ini adalah Gulf Resources Aceh, Mobil Oil-B, Mobil Oil-NSO, dan Mobil Oil-Pase. Endapan batubara terkonsentrasi pada “Cekungan Meulaboh” di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Terdapat 15 lapisan batubara hingga kedalaman ±100 meter dengan ketebalan lapisan bekisar antara 0,5 m – 9,5 m. Jumlah cadangan terunjuk hingga kedalam 80 meter mencapai ±500 juta ton, sedeangkan cadangan hipotesis ±1,7 miliar ton.[2]
Sumatera Utara juga memiliki kekayaan tambang. Survey 2006 mencatat bahwa terdapat 27 jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam dan enam jenis minyak, gas (migas) dan energi. Barang tambang nonlogam antara lain batu gamping, dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea dan bentonit. Sedangkan barang tambang logam mencakup emas, perak, tembaga dan timah hitam. Sementara potensi migas dan energi antara lain minyak bumi, gas alam dan panas bumi. Saat ini telah dilakukan eksploitasi terhadap minyak bumi di Sumatera Utara, dengan hasil produksi pada 2006 mencapai 21.000 barel minyak bumi.[3]
Lebih lagi pertambangan di Riau yang berdenyut relatif pesat, ditandai dengan banyaknya perusahaan yang ikut andil bergerak di bidang ini. Mereka seolah berlomba mengeruk isi perut bumi Riau, mulai dari menggali pasir laut, granit, bauksit, timah, emas, batu bara, gambut, pasir kuarsa sampai andesit. Di samping minyak dan gas timah juga merupakan hasil tambang Riau. Konstribusi sektor pertambangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau mencapai Rp.57.927.709,65,- atau sekitar 41,68 %. Karena itu, sektor pertambangan menjadi andalan provinsi dalam memperkokoh perekonomiannya.[4]
Sumatera Barat, tambang yang diusahakan dengan skala besar hanyalah batubara. Selama periode 2005 produksi batubara mencapai 787.404,58 ton, dikonsumsi untuk pasar dalam negeri 787,4 ribu ton dan sisanya 296,56 ton diekspor. Dari hasil penjualan ini berhasil diperoleh pendapatan Rp. 299,06 miliar. Demikian juga Jambi sebagai penghasil batubara.
Data dari Departemen ESDM, Provinsi Bengkulu memiliki potensi pertambangan dan energi diantaranya
Sumatera Selatan, Provinsi ini memiliki potensi pertambangan yang besar, antara lain cadangan minyak bumi sebanyak 5,03 miliar barrel (10% cl) atau 5.032.992 matrick stack tank barrel. Cadangan minyak bumi diproduksi dengan pertumbuhan 10% per tahun dan dapat bertahan 60 tahun, Sedangkan cadangan batu bara diperkirakan sebesar 16.953.615.000 ton atau 60% cadangan nasional. Luas areal usaha pertambangan umum mencapai 1.030.128,75 ha, dengan pertambangan minyak dan gas 2.243,120,15 ha.
Bijih timah adalah sumberdaya alam yang paling bernilai di provinsi Bangka Belitung, bahkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Di sini terdapat satu BUMN yang menambang bijih timah, PT Timah Tbk, dan satu perusahaan asing, PT Koba Tin. Luas area Kuasa Pertambangan (KP) PT Timah Tbk di darat sekitar 360.000 ha atau ± 35% dari luas daratan Pulau Bangka. BUMN ini juga memiliki areal KP darat di Pulau Belitung seluas 126.455 ha atau ± 30% dari luas daratan Pulau Belitung. Untuk PT Koba Tin, diberikan sekitar 41.000 ha. Di luar area kuasa pertambangan PT Timah Tbk dan kontrak karya (KK) PT Koba Tin, kegiatan penambangan juga diusahakan oleh pengusaha tambang inkonvensional dan masyarakat secara tradisional yang juga memberikan nilai ekonomi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung.
Pada provinsi Lampung, bahan galian logam yang ada di provinsi ini meliputi emas, mangaan, bijih besi dan pasir besi, namun baru sebagian saja dari potensi ini yang telah dikelola.
Minggu, 01 November 2009
STRUKTUR APBN (Komparasi Sistem Ekonomi Indonesia dan Sistem Ekonomi Islam Versi Hizbut Tahrir)
SISTEM EKONOMI INDONESIA
Definisi APBN
Dalam ekonomi negara kesatuan republik Indonesia, APBN diartikan sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.[1]
Struktur APBN
- Pendapatan Negara
1) Penerimaan dalam negeri
a) Penerimaan perpajakan terdiri atas:
1. Pajak Dalam Negeri terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh)[2], Pajak Pertambahan Nilai (PPN)[3], Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)[4], Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)[5], Cukai[6] dan Pajak lainnya.
2. Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif Ekspor.
b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)[7], terdiri atas:
1. Penerimaan SDA[8] (Migas dan Non Migas).
2. Bagian Laba BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
3. PNBP lainnya.
2) Hibah
Hibah,[9] mempunyai pengertian bantuan yang berasal dari swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan pemerintah luar negeri.
- Belanja Negara
1) Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang[10] [11], Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana)[12], dan Belanja Lainnya.
2) Belanja Daerah adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
a) Dana Bagi Hasil
b) Dana Alokasi Umum
c) Dana Alokasi Khusus
d) Dana Otonomi Khusus
SISTEM EKONOMI ISLAM HIZBUT TAHRIR
Definisi APBN
Berbeda halnya dengan APBN sistem ekonomi Indonesia, menurut Hizbut Tahrir dan sistem ekonomi Islam Hizbut Tahrir, APBN tidak dibentuk dalam anggaran tahunan, dan juga tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atau bahkan Majlis Ummat untuk dilaksanakan. Meskipun demikian, Negara Islam mempunyai anggaran pendapatan dan belanja Negara yang bab-babnya telah ditetapkan oleh syara’ mengikuti pendapatan dan pengeluarannya. Kemudian Khalifah (kepala Negara Islam) diberi wewenang untuk menetapkan pasal-pasalnya, istilah-istilahnya, serta dana-dana yang dibutuhkan oleh semuanya ketika nampak ada kepentingan, tanpa memperhatikan waktu-waktu tertentu.[13] Dengan demikian struktur APBN-nya disusun berdasarkan pendapatan dan belanja negara yang tetap dan tidak tetap.
Struktur APBN
1) Penerimaan Tetap Negara
a) Zakat, yang berisi Zakat Harta yang meliputi: Zakat Ternak (ZT), Zakat Tanaman dan Buah-buahan (ZTB), Zakat Emas dan Perak/Uang (ZU), dan Zakat Perdagangan (ZPd).
b) Pajak Tanah Taklukan (Kharaj).
c) Jaminan Keamanan Warga Negara Non Muslim (Jizyah).
d) Laba BUMN.
2) Penerimaan Tidak Tetap Negara, terdiri dari:
a) Rampasan Perang, terdiri dari Fa’i dan 1/5 Ghanimah.
b) Pajak, terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional (Bea Masuk).
c) Bagian Kepemilikan Rakyat (Migas dan Non Migas).
- Belanja Negara
1) Belanja Tetap Negara, yang terdiri dari:
a) Belanja Umum, yang meliputi belanja pegawai negeri, belanja militer, belanja penyediaan barang, dan belanja umum lainnya.
b) Belanja Khusus, yang meliputi 8 ashnaf yang hartanya berasal dari zakat.
2) Belanja Tidak Tetap Negara, meliputi biaya dakwah dan jihad atau perluasan kekuasaan wilayah, penanggulangan bencana, dan belanja tidak tetap lainnya..
[1] www.wikipedia.com/apbn.
[2] Amandemen Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Tr3nity, 2009.
[3] Peraturan Menteri Keuangan dan dirjen Pajak tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2009, dilengkapi peraturan menteri keuangan RI No. 104 tahun 2008 tentang standar biaya tahun anggaran 2009.
[4] UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); UU No. 12 tahun 1984 dan UU No. 12 tahun 1994
[5] UU Bea Perolehan Hak atasTanah dan Bangunan (BPHTB); UU No. 21 tahun 1997 dan UU No. 20 tahun 2000.
[6] Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI CUKAI UU RI No. 11, 39 tentang Cukai No. 26 tahun 2009 tentang tata cara Pengenaan sangsi administrasi berupa denda di bidang Cukai, Nuansa Mulia.
[7] Muhammad Djafar Saidi dan Rohana Huseng, Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak, PT. RajaGrafindo Persada.
[8] UU RI No. 7 tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air dan UU RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Citra Umbara, Bandung. Lihat juga Himpunan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kehutanan, Harvarindo, 2009. lihat juga Undang-Undang MINERBA (Mineral dan Batu Bara) UU RI No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Pustaka Yustisia. Lihat juga Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi dilengkapi Peraturan Pelaksanaannya, Harvarindo, 2008
[9] Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah dan Hibah dan Bantuan Daerah, Bp. Cipta Jaya, Jakarta
[10] Peraturan Pemerintah RI No. 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tahun 2009 (dilengkapi Peraturan Presiden tentang tata cara pengadaan dan penerusan dalam negeri oleh pemerintah)
[11] Peraturan Presiden No. 95 tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perubahan ke Tujuh).
[12] UU dan PP. RI tentang Penanggulangan Bencana meliputi: UU RI No. 24 tahun 2007, PP RI No. 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan Penanggulangan Bencana tahun 2008, PP RI No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Negara.
[13] Taqyuddin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, Risalah Gusti,
[14] Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan di Negara Khilafah, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, 2002.
[15] Ibid. Lihat juga Taqyuddin an-Nabhani, Ibid.