Minggu, 16 Januari 2011

CARA ISLAM ATASI MENJAMURNYA PEJABAT-PEJABAT KORUP

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab


Pendahuluan
Sebuah kesalahan besar bila menganggap kerusakan pemerintahan di era Orde Baru adalah akibat kuatnya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), sehingga memberikan solusi pada era Reformasi untuk mengganti orang-orang yang dahulu terlibat praktek KKN.

Apabila kita menganggap rusaknya Orde Baru adalah akibat system pemerintahan demokrasi yang rusak, maka kita akan memberikan solusi dengan system pemerintahan alternative, yaiu Khilafah Islamiyah. Berbeda bila kita menganggap rusaknya Orde Baru adalah akibat rusaknya orang-orang yang memangku jabatan, maka kita akan memberikan solusi untuk sekedar mengganti orang-orang tersebut. Dan demikianlah anggapan kebanyakan orang saat menuntut Orde Baru untuk runtuh dan berganti dengan era  Reformasi..


Hal yang wajar bila praktek-praktek korup di era reformasi jauh lebih hebat ketimbang era Reformasi. Sebab, Kesalahan deteksi penyakit tentu akan salah dalam memberikan obat, dan tentu penyakit tersebut tidak akan pernah sembuh, justru bertambah parah. Karena yang benar adalah kerusakan tersebut adalah akibat diterapkannya system pemerintahan demokrasi yang rusak, sehingga obatnya adalah menggantinya dengan system pemerintahan Islam, Khilafah.

Sekapur Sirih
Sebenarnya praktek haram seperti suap, hadiah kepada pejabat, dan korupsi memang ada kemungkinan terjadi dalam suatu negara dengan bagaimanapun bentuk sistem pemerintahannya. Baik dalam sistem pemerintahan kufur jahiliah seperti demokrasi yang diterapkan di Indonesia dan kebanyakan negara-negara di dunia, maupun dalam sistem pemerintahan Islam Khilafah Islamiyah.

Bahwasanya pada masa Nabi SAW., Nabi pernah menugasi Ibnu Atabiah untuk memungut zakat disuatu wilayah, namun saat ia memberi laporan kepada Nabi, ia melaporkan adanya 2 harta, 1 harta  zakat yang ia pungut dan 1 lagi harta hadiah yang diberikan khusus menjadi miliknya dari masyarakat yang ia pungut zakatnya, maka kemudian Rasulullah bersabda dihadapan umum:

Fahalla jalasa fi baiti abihi wa ummihi, hatta tatiyahu hadiyyatuhu inkana shodiqon. Man ista’malnahu ala amalin farazaqnahu izqon wama ittakhoza ba’da zalika fahuwa ghulul
Maka kenapa ia (orang yang kami tugasi) tidak duduk-duduk saja di rumah bapak ibunya (tidak perlu bekerja) sampai hadiah tersebut datang sendiri kepadanya. Barang siapa yang kami pekerjakan sebagai pegawai dan kami telah memberikan gajinya, maka apa yang ia ambil selain itu (dari selain gaji tersebut) adalah harta curang (haram).

Khalifah Umar bin al-Khaththab juga pernah menyita sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan digembalakan di padang rumput milik Baitul Mal. Ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara. Juga Umar pernah menyita harta bawaan milik Abu sufyan karna harta tersebut diduga didapat dari anaknya Muawiyah yang menjabat gubernur di wilyah Syam.

Namun demikian, praktek suap, hadiah dan korupsi di Negara yang menerapkan pemerintahan kufur jahiliyah seperti demokrasi dengan Negara dulu yang menerapkan system pemerintahan Islam terdapat perbedaan yang mencolok. Yaitu fakta jumlah kasus, bahwa praktek haram tersebut terjadi secara kolektif (menyeluruh) dalam Negara yang menerapkan system pemerintahan demokrasi seperti Indonesia ini, atau terjadi di mayoritas masyarakatnya,. Kita melihat dalam kasus skandal pegawai pajak Gayus H. Tambunan yang mengungkap bahwa banyak dari instansi pemerintah seperti Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Peradilan, Kantor Imigrasi, semuanya bermain didalamnya, atau juga ditambah dengan kepala negaranya (Presiden) yang memberikan potongan tahanan bagi koruptor yang ditahan, seperti besannya sendiri (kasus SBY), bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk bisa menjadi PNS pun bisa ditebus dengan sejumlah uang yang tidak sedikit. Sedangkan dalam pemerintahan khilafah Islam sangat jarang terjadi.

Suatu hal yang wajar apabila terjadi wabah penyakit praktek suap, hadiah dan korupsi di Negara penuh kerusakan di negeri kita tercinta ini sebab:
  1. Sistem pendidikan agama yang tidak mendukung.
Bayangkan, agama yang merupakan factor utama penentu baik buruknya seseorang, di sekolah tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi umum yang mayoritas, ternyata mata pelajaran agama hanya diajarkan selama 2 jam dalam seminggu. Maka menjadi hal yang lumrah apabila system pendidikan kita menghasilkan orang-orang yang minim pengetahuan agama, dan menghasilkan orang-orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rezekinya.

  1. Perekrutan pegawai dan pejabat tidak mensyaratkan integritas moral.
Bayangkan juga, pendosa-pendosa besar seperti pemakan riba, artis para pembuka aurat, penebar maksiyat, penzina, beberapa bulan lalu mampu lolos mencalonkan diri sebagai pasangan Bupati daerah Pacitan dan Sidoarjo, walaupun tidak sampai menduduki kursi bupati, juga mereka bisa saja ikut dalam tes CPNS. Maka menjadi hal yang lumrah bila pegawai-pegawai dan pejabat-pejabat negeri ini seperti Gayus dan rekan-rekannya.

c.       Bentuk hukuman yang tidak menjerakan, paling cuma bulanan hukuman penjara, ditambah potongan tahanan. Siapa yang tidak mau mendapat ratusan juta rupiah yang dibayar dengan beberapa bulan dipenjara? Enak sekali bukan?

Syariat Islam, jika diterapkan secara terpadu, akan mampu menghasilkan sistem dan budaya yang kondusif untuk mengatasi korupsi dan problematika lain negeri ini. Percayalah, dengan pola hidup bersih tanpa korupsi dan menegakkan syariah Islam, kehidupan pejabat maupun rakyat akan diliputi keberkahan.
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. al-A'râf [7]: 96)

Di sinilah urgensitas seruan penerapan syariat Islam. Hanya dengan itulah, upaya memerangi korupsi benar-benar real, tidak berhenti sebatas jargon.

Solusi Jitu Pemberantasan Pejabat Korup menurut Islam
1.      Solusi Preventif (Pencegahan)
  1. Mencukupi Kebutuhan Pegawai
memberi gaji yang layak, kendaraan dinas, rumah dinas, pembantu, pasangan hidup bila belum punya. Hal-hal tersebut sebagian besar adalah perkara-perkara yang pernah Rasulullah SAW perintahkan pada pejabat dan pegawainya yang beliau angkat dalam pemerintahannya untuk mengambilnya sebagai fasilitas Negara untuknya.

  1. Rekrutmen Secara Benar, dengan Kriteria:
1)      Profesionalitas
sudah selayaknya sebagaimana saat ini, bahwa dalam perekrutan pegawai maupun pejabat hendaknya mensyaratkan pada orang yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidangnya, seperti mensyaratkan pada ijazah yang memiliki keterkaitan dengan pekerjaannya.

2)      Integritas Moral
Hendaknya dalam merekrut pegawai/pejabat selalu menyertakan syarat bahwa orang yang akan direkrut tersebut adalah termasuk orang adil, dan bukan orang fasiq. Adapun syarat-syarat orang adil adalah sebagai berikut:
a)      Tidak Mengerjakan Dosa-dosa Besar: seperti pemakan riba bunga bank, penzina, pemabuk, pemakai zat adiktif dan lain sebagainya
b)      Tidak Terus Mengerjakan Dosa-dosa Kecil: tidak selalu menggunjing orang dan lain sebagainya
c)      Tidak Melakukan Hal-hal yang Merusak Kepatutan: contonhnya memakai celana pendek dan berjalan di tempat umum dan lain-lain.

  1. Pengawasan
pengawasan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pemerintah, dan masyarakat secara langsung. Adapun pemerintah melakukan pengawasan pembuktian terbalik, yaitu dengan menghitung jumlah harta seseorang sebelum menjabat dan membandingkannya dengan hartanya setelah menjabat. Apabila terdapat sejumlah harta tak wajar yang dicurigai sebagai harta yang diambilnya secara curang, maka orang yang bersangkutan diminta untuk menjelaskan kepada public sumber perolehannya.
Adapun pengawasan oleh masyarakat, maka masyarakat/pulic melalui media masa dapat secara langsung meminta penjelasan pada pejabat/pegawai yang bersangkutan, tentang sumber harta yang ia peroleh, misalkan pejabat tersebut memakai Toyota Crown yang seharga Milyaran Rupiah dalam melaksanakan tugasnya yang terlihat oleh public.

2.      Solusi Kuratif (Penanggulangan)
  1. Sangsi Akhirat
Dalam surat Ali Imron 161 Allah berfirman:
Wama kana linnabiyyi anyaghulla, waman yaghlul ya’ti bima ghalla yaumul qiyamah (dan tidaklah Nabi itu mengambil harta secara curang, dan barang siapa mengambil harta secara curang, maka di hari kiamat ia akan datang dengan membawa harta yang ia ambil secara curang tersebut)

  1. Sangsi Dunia
bagi para pejabat maupun para pegawai pemerintah yang telah melakukan kecurangan terhadap jabatannya, sangsi sosialnya adalah memecatnya, dan ia dijatuhi hukuman Ta’zir berupa publikasi kecurangannya itu secara luas agar jangan ada orang yang menaruh kepercayaan kepadanya. Selain itu kekayaan yang diperoleh secara tidak sah itu harus disita dan dikembalikan kepada yang berhak. Jika tidak diketahui siapa yang berhak, maka kekayaan itu dimasukkan ke dalam Baitul Maal (Perbendaharaan Negara)

Daftar Pustaka
Abdurrahman al-Baghdadi. 1987. Serial Hukum Islam: Penyewaan Tanah Lahan, Kekayaan Gelap, Ukuran Panjang, luas, Takaran dan Timbangan. Al-Ma’arif. Bandung.
Muhammad Baiquni Syihab. 2006. Catatan Mata Kuliah Etika Bisnis Islam. Dosen: Shiddiq al-Jawi. STAIN Surakarta-SEM Institute. Yogyakarta

1 komentar:

insidewinme mengatakan...

Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu