Sabtu, 26 November 2011

PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) DALAM PANDANGAN EKONOMI DAN POLITIK ISLAM

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab

Pendahuluan
        Pada dasarnya program Keluarga Berencana (KB) adalah program pemerintah untuk menahan/menekan tingginya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia. Atau dengan kata lain menstabilkan jumlah penduduk dengan jumlah makanan (kekayaan) yang tersedia. Tingginya pertumbuhan penduduk yang tidak dibarengi dengan tingginya pertumbuhan kekayaan tentu akan berdampak tidak baik, karena akan ada penduduk yang tidak mendapat kekayaan tersebut.
Artinya, tingginya angka kemiskinan di Indonesia dianggap memiliki hubungan erat dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk. Dengan kata lain, program KB adalah salah satu program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
                  Maka sejak beberapa waktu lalu pemerintah sudah mulai gencar lagi menggalakkan program KB kepada masyarakat Indonesia, terlihat dari beberapa iklan di televisi swasta nasional yang menjadi media pemerintah dalam mesukseskan program tersebut. Salah satu yang bisa kita saksikan adalah adanya poster kecil dengan slogan “dua anak lebih baik” pada setiap papan jawaban peserta dalam program kuis ranking satu di salah satu televisi swasta nasional, dan banyak lagi yang lainnya. Semua itu dilakukan pemerintah karena rata-rata jumlah anak dalam satu keluarga di Indonesia berjumlah lebih dari dua, dan itu tidak baik untuk kestabilan pertumbuhannya.

Analisis Ekonomi
    Sebagaimana tersebut dalam paragraph diatas, program KB baik di Indonesia maupun kebanyakan negara-negara lain di dunia, semuanya dilakukan sebagai program untuk mengentaskan kemiskinan. Semua negara-negara tersebut memandang adanya hubungan erat antara kemiskinan dengan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.

       Adalah Thomas Robert Malthus tokoh utama yang berpendapat adanya hubungan erat antara kemiskinan dengan pertumbuhan penduduk. Dan kemudian pendapat ini diikuti oleh hampir seluruh pemerintah di dunia sebagai pemegang kebijakan terhadap rakyatnya, termasuk Indonesia. Adapun Malthus adalah tokoh ekonomi dari aliran Klasik dalam sistem ekonomi Kapitalisme/Liberalisme, adapun tokoh ekonomi aliran Klasik lainnya adalah Adam Smith, JB. say, David Ricardo dan John Stuart Mill.

      Malthus berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk berdasarkan deret ukur, sedangkan pertumbuhan makanan (kekayaan) berdasarkan deret hitung. Pertumbuhan penduduk berdasarkan deret ukur, sebab menurut Malthus dari seseorang saat melahirkan anak, jumlahnya menjadi dua, dan dari dua orang tadi masing-masing akan dapat melahirkan manusia pula, sehingga kini jumlahnya menjadi empat, dan seterusnya. Sedangkan pertumbuhan produksi makanan hanya akan berdasarkan deret hitung. Atau bisa kita lihat pada table berikut:

Pertumbuhan
Penduduk
1
2
4
8
16
32
64
128
Dst.
Pertumbuhan Makanan
1
2
3
4
5
6
7
8
Dst.

         Tabel diatas menggambarkan ramalan Malthus, Malthus membuat ramalan bahwa jumlah populasi akan mengalahkan pasokan makanan, yang menyebabkan berkurangnya jumlah makanan per orang. Pada saat jumlah penduduk berjumlah 1 dan 2 orang  makanan yang tersedia masih bisa mencukupi, namun saat penduduk berjumlah 4 makanan yang tersedia hanya berjumlah 3, dengan demikian ada 1 orang yang tidak mendapatkan makanan. Apalagi saat penduduk berjumlah 128, makanan yang tersedia hanya 8, dengan begitu ada 120 orang yang tergolong miskin akibat tidak mendapat makanan tersebut. Demikianlah pandangan Kapitalisme terhadap problem ekonomi, yaitu Scarcity (Kelangkaan). Banyaknya orang miskin dianggap seagai akibat dari langkanya kekayaan atau jumlah makanan yang tersedia di muka bumi.

      Dari persoalan diatas Malthus memberikan 2 buah solusi, pertama dengan menahan/menekan laju pertumbuhan penduduk yang berdasar deret ukur tadi dengan program KB, agar berjalan seiringan dengan pertumbuhan makanan yang berdasar deret hitung, atau Kedua, menggenjot pertumbuhan makanan agar mampu mengiringi pertumbuhan penduduk dengan meningkatkan pendapatan Nasional. Atau kedua cara tersebut digunakan secara bersamaan, dan inilah yang dipakai pemerintah Indonesia.

         Penjelasan diatas dapat mengklaim bahwa pemerintah Indonesia berfaham ekonomi Kapitalisme, sebab pemerintah menganggap tingginya angka kemiskinan disebabkan oleh langkanya kekayaan atau jumlah makanan yang tersedia akibat pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, sehingga tidak mampu dikejar oleh perttumbuhan makanan. Dengan kata lain scarcity (kelangkaan) juga menjadi acuan pemerintah Indonesia dalam memandang problem ekonomi. Buktinya adalah adanya program KB sebagai sebuah solusi untuk mengentaskan kemiskinan menurut Malthus.

Pandangan Ekonomi Islam
         Dalam ekonomi Islam, program KB tidak perlu dilakukan bahkan haram dan tidak boleh dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan apabila ada individu masyarakat ingin melakukan KB maka itu syah dan boleh menurut Islam, sebab KB dianalogikan/disamakan (qiyas) dengan ‘azl (coitus intereptus) atau senggama terputus yang diperbolehkan dalam hukum Islam. Namun apabila KB menjadi program pemerintah maka hal tersebut tidak boleh terjadi. Sebab program KB oleh pemerintah bertentangan dalam 2 sudut pandang, yaitu bertentangan secara normatif dalam Islam dan bertentangan secara empiris.

Normatif
     Menurut normatif hukum Islam, program KB yang dilakukan pemerintah kepada rakyatnya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dengan maksud agar tidak ada lagi orang yang tidak mendapat makanan (miskin) sebagaimana yang diutarakan Thomas Robert Malthus, seperti berdirinya BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) tidak boleh ada dan tidak boleh dilakukan, sebab bertentangan dengan aqidah Islam dan dalil-dalil syara’ seperti:

          “Dan tidak ada satu pun makhluk melata di muka bumi ini kecuali Allah-lah yang menanggung rizkinya.” (QS. Hud: 6)

       “Berapa banyak hewan yang tidak dapat membawa (mengurus) sendiri rizkinya tapi Allah-lah yang memberikan rizkinya dan juga memberikan rizki kepada kalian.” (QS. Al-Ankabut: 60)

          “Allahlah yang menciptakan kamu, kemudian memberikan rezeki” (QS. ar-Ruum : 40).

        Ayat-ayat Allah SWT diatas menerangkan bahwa seberapapun banyaknya jumlah penduduk suatu negeri tidak ada hubungannya dengan kemiskinan/kekurangan makanan yang melanda suatu negeri sebagaimana teori Malthus, sebab Allah-lah yang menanggung makanan bagi setiap mahluk hidup termasuk manusia.

       Kemudian dalam Hadits nabi SAW. Ma’qil bin Yasar ra. berkata: Seseorang datang menemui Nabi SAW, lalu ia berkata: “Sesungguhnya aku mendapatkan seorang wanita cantik dan memiliki kedudukan, namun ia tidak dapat melahirkan anak, apakah boleh aku menikahinya?” Nabi SAW menjawab: “Tidak boleh.” Orang itu datang lagi kepada Nabi SAW mengutarakan keinginan yang sama, namun Nabi SAW tetap melarangnya. Kemudian ketika ia datang untuk ketiga kalinya, Nabi SAW bersabda: “Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur (dapat melahirkan anak yang banyak) karena sesungguhnya aku akan berbangga-bangga (di akhirat) dengan banyaknya kalian di hadapan umat-umat (Nabi) yang lain.” (HR. Abu Dawud no. 2050).

          Juga dalam hadits lain, Ummu Sulaim, ibu Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, berkata kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, ini Anas pelayanmu, mohonkanlah kepada Allah kebaikan untuknya. Rasulullah SAW berdoa: “Ya Allah, banyakkanlah harta dan anaknya. Dan berkahilah dia atas apa yang Engkau berikan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6378 dan Muslim no. 1499)

        Pada saat itu Rasul SAW bukan hanya bertindak sebagai Nabi, melainkan juga bertindak sebagai kepala Negara. Dengan demikian dalam Islam tidak boleh ada program KB yang dilakukan pemerintah, justru yang seharusnya dilakukan pemerintah Islam (Khilafah) kepada rakyatnya adalah mendorong agar rakyatnya memperbanyak anak, yang disediakan pemerintah dengan berbagai fasilitas penunjangnya.

Empiris
        Adapun secara empiris, program KB juga harus ditolak dan tidak boleh dilakukan oleh pemerintah. Sebab pandangan terhadap Scarcity atau kelangkaan sebagai problem ekonomi menurut Kapitalisme yang dianut Indonesia adalah salah. Kemiskinan yang melanda rakyat Indonesia dan hampir seluruh Negara di belahan bumi ini bukan disebabkan karena kelangkaan makanan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, melainkan disebabkan oleh tidak meratanya distribusi kekayaan/makanan kepada seluruh rakyat. Kekayaan tersebut justru hanya bertumpuk pada segelintir orang saja, sedangkan yang lain tidak mendapatkan.

      Inilah problem ekonomi menurut ekonomi Islam, yaitu distribusi kekayaan yang tidak merata. Bukan kelangkaan sebagaimana pandangan ekonomi Kapitalisme. Artinya, seberapapun jumlah penduduk baik sedikit maupun banyak, selama pendistribusian kekayaan dengan sistem yang buruk yang mengakibatkan distribusi kekayaan tidak merata, maka jumlah orang miskin (tidak mendapat makanan) secara prosentase akan tetap tinggi dan terus menigkat. Dengan demikian keberadaan program KB oleh pemerintah seperti berdirinya BKKBN hanyalah sebuah usaha yang sia-sia, menghambur-hamburkan uang dan tiada arti sama sekali. Sebab ini adalah solusi dari pandangan yang tidak tepat terhadap suatu sumber masalah. Bagaimana mungkin program KB bisa mengentaskan kemiskinan sementara penyebab kemiskinan itu sendiri bukanlah dari sebab tingginya pertumbuhan penduduk?. Disisi lain sumber penyebab kemiskinan itu sendiri justru tidak tersentuh sama sekali.

             Sebaliknya, setinggi apapun jumlah penduduk suatu negeri selama menerapkan sistem pendistribusian kekayaan yang baik dan sempurna, maka jarak antara kaya dan miskin akan tipis atau bahkan tidak ada jarak sama sekali. Apabila suatu negara sedang kaya akan harta dan pangan maka semua rakyatnya pun akan kaya, dan apabila sedang miskin/kekurangan semuanya pun akan miskin dan kekurangan. Inilah yang disebut sebagai distribusi yang merata.

          Secara fakta pun bisa kita lihat bahwa produksi pangan dunia sebenarnya tidak kekurangan, melainkan cukup untuk memenuhi semua manusia di dunia, sehingga nampak permasalahannya bukan terletak pada jumlah makanan, melainkan pada distribusi. Badan pangan dunia (FAO) menemukan sepertiga makanan di dunia terbuang setiap tahunnya, yang jumlahnya cukup untuk pangan di Afrika. Dan Food and Agriculture Organisation (FAO) PBB menemukan makanan yang terbuang percuma itu berasal dari negara-negara kaya dan berkembang. Kemudian peneliti dari Swedish Institute for Food and Biotechnology (SIK) for Save Food! Juga melakukan studi dengan menghasilkan beberapa penemuan penting, seperti dikutip dari FAO.org : Negara maju dan berkembang kira-kira membuang makanan dalam jumlah yang sama yaitu masing-masing 670 dan 630 juta ton. Kemudian setiap tahun, sampah makanan dari negara-negara kaya adalah sebanyak 222 juta ton, yang jumlah ini mirip dengan produksi pangan di negara Afrika sub-Sahara yaitu sebesar 230 juta ton. Juga jumlah makanan yang hilang atau terbuang setiap tahunnya setara dengan lebih dari setengah hasil panen sereal di dunia (2,3 miliar ton di tahun 2009/2010). Fakta ini menunjukkan teori Malthus hanyalah isapan jempol yang tidak layak diperhitungkan oleh para pemikir ekonomi.

    Adapun fakta di Indonesia menunjukkan hal yang tidak jauh berbeda, tahun 2011 media masa memberitakan jumlah kekayaan yang dimiliki 2 orang politikus negeri ini, Aburizal Bakrie sebesar Rp. 22 Triliun, Prabowo Subianto sebesar Rp. 1,7 Triliun, maka menurut pandangan kita tentu kekayaan tersebut sebuah kekayaan yang spektakuler. Sebab bila melihat realitas kondisi ekonomi mayoritas bangsa ini tentu akan membuat kita miris, batapa jarak antara yang kaya dan miskin begitu lebar, hingga ada masyarakat lain untuk membeli beras pun tak mampu hingga memakan singkong yang ternyata beracun yang menyebabkan nyawanya terenggut.

     Telah jelas bahwa problem ekonomi dunia adalah tidak meratanya distribusi kekayaan, dan bukan scarcity/kelangkaan sebagaimana pandangan para kapitalis. Sedangkan Islam dengan sistem ekonomi Islamnya dalam bingkai Khilafah Islamiyah akan mampu membuat kekayaan terdistribusi secara merata pada semua orang. Cukup hanya dengan menerapkan halal-haram maka semua kekayaan akan terdistribusi dengan merata, seperti mengharamkan penyewaan lahan pertanian, menetapkan batas waktu maksimal menganggurkan tanah selama 3 tahun, mengharamkan transaksi ribawi baik rentenir maupun dalam lembaga keuangan, mengharamkan PT (perseroan terbatas), CV., Firma, Koperasi dan Asuransi, dan menggantinya dengan Inan, Abdan, Wujuh, Mudharabah dan Mufawadhah, melakukan penarikan zakat dengan paksa oleh pemerintah, menerapkan mata uang logam mulia, menjadikan kepemilikan umum terhadap harta kepemilikan umum, penegakan hukum pidana Islam, mewajibkan adanya Negara Khilafah Islamiyah dan lain sebagainya. Semua itu akan mampu membuat kekayaan dan makanan terdistribusi secara merata pada semua manusia.

         Kemampuan sistem ekonomi Islam dalam bingkai Negara Khilafah Islam dalam menyejahterkan semua rakyat dan membuat kekayaan terdistribusi secara merata bukanlah hanya hayalan belaka, catatan sejarah telah membuktikan hal itu.

Sebagai contoh pada saat Khilafah Islam dipimpin bani Umayyah, saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjabat Khalifah, Umar bin Abdul Aziz menerima kelebihan uang kas negara (Baitul Mal) secara berlimpah dari gubernur Irak. Beliau lalu mengirim surat kepada gubernur tersebut, “Telitilah, barang siapa berutang, tidak berlebih-lebihan dan foya-foya, maka bayarlah utangnya”. Kemudian, gubernur itu mengirim jawaban kepada beliau,“Sesungguhnya aku telah melunasi utang orang-orang yang mempunyai tanggungan utang, sehingga tidak ada seorang pun di Irak yang masih mempunyai utang, maka apa yang harus aku perbuat terhadap sisa harta ini?” Umar bin Abdul Aziz mengirimkan jawaban, “Lihatlah setiap jejaka yang belum menikah, sedangkan dia menginginkan menikah, kawinkanlah dia dan bayar mas kawinnya”. Gubernur itu mengirimkan berita lagi bahwa dia sudah melaksanakan semua perintahnya, tetapi harta masih juga tersisa. Selanjutnya, Umar bin Abdul Aziz mengirimkan surat lagi kepadanya, “Lihatlah orang-orang Ahlu dzimmah yang tidak mempunyai biaya untuk menanami tanahnya, berilah dia apa-apa yang dapat menyejahterakannya.”

Dalam kesempatan lain, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pegawainya untuk berseru setiap hari di kerumunan khalayak ramai, untuk mencukupi kebutuhannya masing-masing. “Wahai manusia! Adakah di antara kalian orang-orang yang miskin? Siapakah yang ingin kawin? Ke manakah anak-anak yatim?” Ternyata, tidak seorang pun datang memenuhi seruan tersebut, karena semua rakyat sudah kaya.

Analisis Politik
Walaupun program KB berasal dari Thomas Robert Malthus yang tidak lain berasal dari bangsa Eropa, namun di negara-negara Eropa dapat dikatakan tidak ada yang mengambil kebijakan program tersebut. Kebalikannya, pemerintah di negara-negara tersebut lebih cenderung untuk mendorong rakyatnya agar dapat memperbanyak anak, meskipun angka pengangguran/kemiskinannya tidak jauh berbeda dengan yang menimpa bangsa Indonesia, yaitu mendekati 10%, seperti Inggris dan Yunani. Kecenderugan negara-negara eropa dalam mendorong rakyatnya memperbanyak anak, lebih disebabkan karena mereka merasa adanya krisis regenerasi yang melanda negerinya. Baik disebabkan oleh sistem sosial free sex baik heterosex maupun homosex, atau yang lainnya.

Adapun kaum muslimin di Asia seiring waktu berjalan jumlahnya terus bertambah. Dalam berita beberapa tahun lalu seperti yang dikatakan surat kabar Vatikan. “Untuk pertama kali sepanjang sejarah, kita tidak lagi berada di puncak: Orang-orang Muslim telah mengambil alih posisi kita” “Fakta itu benar, bahwa sementara keluarga Muslim terus membuat banyak anak, Kebalikannya orang-orang Kristen cenderung mempunyai lebih sedikit anak dan terus makin sedikit,” kata Monsignor Vittorio Formenti seorang pendeta Katolik Roma dalam satu wawancara dengan surat kabar Vatican L’Osservatore Romano.

Studi tahun 2009 yang dilakukan Pew Forum on Religion & Public Life, saat ini ada sekitar 1,57 miliar orang Muslim di dunia. Jumlah itu merupakan 23% dari total penduduk dunia yang mencapai 6,8 miliar pada tahun 2009. Namun pada tahun 2011 penduduk dunia sebesar 7 milyar. Sedangkan orang Kristen (Katolik dan Protestan), berdasarkan proyeksi database agama-agama dunia tahun 2005, berjumlah sekitar 2,25 miliar atau 33,08%. Sedangkan untuk Katolik saja berkisar 17% dari total penduduk dunia. Apabila diurutkan dari yang terbanyak adalah sebagai berikut: 1) Islam, 2) Katolik, 3) Protestan, 4) agama-agama lain seperti Hindu, Budha, Konghuchu, Shinto, Yahudi, dan lain sebagainya.

Jadi, keberadaan program KB di negeri-negeri kaum muslimin agaknya lebih cocok bila dikatakan sebagai sebuah upaya untuk menekan pertumbuhan kaum muslimin, daripada dikatakan sebagai upaya pengentas kemiskinan.

Ketiadaan Negara Khilafah Islamiyah di tengah-tengah kaum muslimin sejak tahun 1924 ternyata benar-benar dimanfaatkan oleh Negara-negara kafir penjajah. Mereka dengan segenap upaya melemahkan kaum muslimin sampai serendah-rendahnya, salah satunya dengan menurunkan jumlah mereka, yaitu dengan kedok program KB sebagai pengentas kemiskinan, padahal program tersebut diperuntukkan untuk mengurangi kekuatan kaum muslimin dari segi jumlah personnya. Sebab apabila suatu hari nanti saat Khilafah Islam kembali ke pangkuan kaum muslimin, sementara jumlah kaum muslimin demikian besarnya, tentu ini menjadi sebuah bencana dan malapetaka hebat yang akan menimpa mereka, sehingga sebisa mungkin sebelum Khilafah Islam tersebut kembali tegak jumlah kaum muslimin dipangkas sehabis-habisnya.

Kaum kafir sangat sadar, bahwa keberadaan Khilafah Islam suatu saat nanti akan membawa bencana bagi mereka. Sebab Islam dengan sistem politiknya (Khilafah) memang memiliki misi utama, yaitu da’wah Islam ilal ‘alam yaitu menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Sebagaimana termaktub dalam QS: at-Taubah ayat 28:

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah). (yaitu orang-orang) yang diberikan al-Kitab kepada mereka, sampai membayar Jizyah dengan patuh sedangkan mereka dalam keadaan tuunduk.”

Bayangkan, betapa mudahnya ayat ini mencapai keberhasilannya bila didukung dengan jumlah tentara yang begitu besar dari kalangan kaum muslimin. Allahu a’lam bishshowab.

2 komentar:

taufik rochman mengatakan...

Mantap....jazakalloh khoiron katsiro atas ilmunya akh..

taufik rochman mengatakan...

siip...mantab akhina bayquni...jazakalloh khoiron katsiroo atas imunya..