Sabtu, 27 Desember 2014

REALISASI QS AT-TAUBAH AYAT 34-35 MEMAKZULKAN EKSISTENSI LEMBAGA KEUANGAN MODERN BANK DAN NON-BANK (JILID KE-3)

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab

Terealisasinya QS; At-Taubah 34-35 menjadikan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah tidak diperlukan. 
Sebagaimana yang diketahui dari fungsi bank dan non bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, bahwa keberadaannya dalam perekonomian adalah sebagai mesin penggerak roda perekonomian. Sebab mampu mempermudah mengalirkan dana dari pemiliknya pada pihak-pihak yang membutuhkannya.



Namun yang juga menjadi penting diperhatikan adalah 2 pendorong gerak mesin tersebut, sebab tanpanya mesin penggerak tidak akan berjalan dan berfungsi sebagaimana mestinya. Yaitu imbalan dan jaminan.

Artinya, imbalan dan jaminan dari perbankan adalah dua hal yang bisa dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian modern. Yaitu agar uang dapat terus berputar. 

Apa yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw diatas, ternyata menjelaskan bahwa pada dasarnya untuk membuat uang dapat terus berputar tidak perlu menggunakan tawaran imbalan dan jaminan. Artinya dalam pengaturan ekonomi menurut Islam, untuk membuat uang agar dapat terus berputar tidak memerlukan elemen-elemen ekonomi seperti imbalan dalam bentuk bunga (bank konvensional) atau bagi hasil (bank syariah) maupun jaminan keamanan.

Ekonomi Islam mengajarkan bahwa dalam pengaturan ekonomi yaitu agar uang dapat terus berputar adalah dengan “pemaksaan” pada para pemilik uang agar supaya para pemilik uang tersebut mengedarkan uang yang dimilikinya baik dengan atau tanpa kerelaannya. Sebab Allah swt dalam QS at-Taubah 34-35 telah mengancam dengan ancaman yang keras berupa siksaan di akhirat. Artinya, ancaman siksa dari Allah tersebut tidak menggantungkannya pada kerelaan para pemilik uang tersebut, sehingga dapat diartikan bahwa itu adalah sebuah bentuk pemaksaan.

Adapun siksaan Allah swt hanya di akhirat, sehingga manusia selama di dunia tetap bisa melanggar larangan penimbunan uang. Dengan demikian kehidupan dunia tetap dapat rusak akibat pelanggaran manusia terhadap larangan tersebut. Sebab uang menjadi langka akibat penimbunan. Sementara dalam ekonomi Islam mengharuskan menghilangkan unsur imbalan bunga demikian juga jaminan sebagai alat untuk membuat uang dapat berputar. Sedangkan realisasi (sangsi siksaan) atas larangan QS at-Taubah 34-35 tersebut hanya ada di kehidupan setelah mati.

Oleh karena itu kepada manusia, lebih khususnya bagi orang-orang muslim ia akan bertindak sebagai khalifatullah fil ardh, artinya orang-orang muslim berkewajiban menerapkan perintah dan larangan Allah swt tersebut di dunia. Agar kehidupan perekonomian manusia di dunia ini menjadi baik dan agar di akhirat tidak mendapat siksaan dari Allah swt. Dan pemerintah, adalah pihak yang paling berhak dan layak menerapkan hukum ekonomi Islam yang satu ini. Hukum yang dimaksud adalah sangsi pidana bagi masyarakat yang kedapatan menyimpan uang tanpa tujuan konsumsi (penimbunan uang).

Benar bahwa pelaksana sangsi pidana adalah manusia, dimana ia mengawasi manusia juga, sehingga masyarakat sebagai pihak yang diawasi akan mampu menghindar dari pengawasnya yang berusaha menegakkan aturan-aturan ekonomi Islam tersebut. Namun demikian masyarakat perlu diingatkan pula bahwa seandainya mereka dapat lolos dari jerat hukum di dunia, tetap tidak akan mampu lepas dari ancaman siksa Allah di akhirat. Sehingga dengan demikian hukum ekonomi Islam ini dapat teralisasi sepenuhnya.

Dengan terealisasinya QS at-Taubah 34-35 dalam bentuk sanksi di dunia, akan menjamin pemilik dana (uang) menjadi pihak yang mencari pihak yang membutuhkan dana. Sehingga tampak bahwa pihak yang membutuhkan uang dan pihak yang memiliki uang akan saling mencari. Dengan demikian roda perekonomian akan tetap berjalan walaupun tanpa tawaran imbalan dan jaminan dari perbankan pada masyarakat pemilik uang.

Singkat kalimat, alat untuk membuat uang dapat terus berputar dalam ekonomi Islam adalah dengan sanksi (pidana) di dunia bagi penimbun uang dan ancaman siksa di akhirat. Dan alat untuk membuat uang dapat terus berputar dalam ekonomi modern yang kapitalistik adalah dengan imbalan dan jaminan dari perbankan kepada masyarakat pemilik uang. 

Dan alat yang pantas digunakan untuk membuat uang dapat terus berputar adalah alat yang berasal dari ekonomi Islam. Kenapa alat yang yang pantas digunakan untuk membuat uang dapat terus berputar adalah alat dari ekonomi Islam? Setidaknya ada dua alasan untuk menjawab itu:

PERTAMA, aturan dalam ekonomi Islam adalah aturan dari sang pencipta manusia, Allah Swt. Sebab aturan tersebut diambil dari al-Qur’an dan Hadits Nabi saw yang keduanya adalah wahyu dari Allah. KepadaNya umat manusia akan kembali, dan kepadaNya manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup di dunia. 

Allah Swt menetapkan pelarangan penimbunan alat tukar, maka kewajiban bagi manusia mentaatinya, yaitu dengan mengedarkan uang yang dimilikinya. Oleh karena itu bagi manusia pada umumnya dan orang-orang muslim pada khususnya, ketika ia memiliki uang pilihannya hanya ada dua, yaitu: 

Mengkonsumsinya (membelanjakannya) atau menyimpannya namun dengan tujuan konsumsi di masa yang akan datang (menabung/saving)
Menginvestasikannya pada pihak lain, atau mengelolanya sendiri secara langsung dalam kegiatan bisnis

Dua hal diatas adalah pilihan yang harus dipilih oleh masyarakat ketika mereka memiliki uang, artinya tidak ada pilihan lainnya, seperti menyimpan uang untuk tujuan koleksi atau menyimpan uang untuk berjaga-jaga.

Pada dasarnya masyarakat secara umum boleh saja menyimpan harta untuk koleksi atau sekedar berjaga-jaga, namun harta yang boleh digunakan untuk itu adalah harta yang tidak dijadikan oleh masyarakat sebagai alat tukar. Seperti menyimpan harta berbentuk pesawat terbang, helicopter, rumah mewah dan lain sebagainya adalah boleh karena harta tersebut tidak dijadikan oleh masyarakat sebagai alat tukar, dan harta tersebut juga bukan dari jenis emas dan perak yang tersebut dalam QS at-Taubah 34-35.

KEDUA, aturan ekonomi Islam tersebut tidak memberikan efek samping negatif. Artinya bila aturan itu diberlakukan dalam tataran negara berupa sangsi pidana bagi pelaku penimbun uang, maka tidak akan memberikan dampak buruk sebagaimana dampak buruk yang ditimbulkan oleh imbalan dan jaminan perbankan yang merupakan alat penggerak roda perekonomian konvensional yang kapitalistik.

Sebagaimana sedikit terbahas pada bagian sebelumnya, bahwa alat penggerak roda perekonomian konvensional yang berlaku saat ini adalah imbalan bunga atau bagi hasil dari perbankan bagi masyarakat pemilik uang, dan jaminan kemanan akan simpanan uang masyarakat tersebut. Namun kedua alat tersebut (imbalan dan jaminan) memberikan dampak buruk bagi kebanyakan masyarakat.

Dampak buruk dari dua alat tersebut adalah inflasi. Oleh karena itu bila alat yang digunakan berasal dari ekonomi Islam, maka masalah inflasi yang menjadi masalah setiap negara di dunia saat ini tidak akan ada lagi. Inflasi sebagaimana diketahui adalah kejadian ekonomi dimana nilai uang menjadi turun akibat semakin banyaknya jumlah uang. Dan sebab utama bertambahnya jumlah uang tidak lain karena uang dapat dicetak (dari kertas biasa tak bernilai menjadi kertas sebagai alat tukar). Bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap dari tahun ke tahun, yang itu merupakan kebanyakan masyarakat di dunia, pada dasarnya penghasilan mereka tidaklah tetap, melainkan berpenghasilan semakin menurun dan mengecil. Sebab faktanya dari tahun ke tahun jumlah uang beredar itu selalu terus bertambah, karena ada proses cetak baru. Sehingga kebanyakan masyarakat termiskinkan secara sistematis. Bukan miskin akibat malas, keturunan, ataupun bodoh.

Sebagaimana yang diketahui pula bahwa uang dicetak oleh bank central, dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI). Dan BI mencetak uang itu tidak lain karena dua alasan:

Mengganti uang lama dengan uang cetakan baru, hal itu bisa diakibatkan karena lusuh dan mengganti model lama. Dalam hal ini uang lama dan lusuh dimusnahkan dan kemudian diganti dengan uang cetakan baru.

Membiayai sektor-sektor penggerak roda perekonomian. Adapun contoh sektor penggerak roda perekonomian itu salah satunya adalah membayar bunga kepada bank umum. Sebab bank umum telah menempatkan dananya pada BI, dan oleh sebab itu BI memberikan imbalan kepada bank umum dalam bentuk bunga. Adapun bank umum menempatkan dananya pada BI tersebut selain disebabkan regulasi terkait transfer antar nasabah beda bank, juga karena kebijakan BI dalam mengatur jumlah uang beredar di masyarakat dengan menaik-turunkan suku bunga BI (BI-rate).

Saat BI menaikkan suku bunga berarti BI ingin agar uang yang beredar di masyarakat menjadi turun. Hal itu diharapkan dari Bank Umum, yaitu agar bank umum lebih cenderung mengalokasikan dana yang terkumpul dari masyarakat disalurkan ke BI daripada disalurkan pada masyarakat. Sebab bunga BI dirasa lebih menguntungkan daripada bunga yang didapat dari masyarakat. 

Demikian pula saat BI menurunkan suku bunga berarti BI ingin agar uang yang beredar di masyarkat naik/bertambah. Hal itu diharapkan dari bank umum, yaitu agar bank umum lebih cenderung mengalokasikan dana yang terkumpul dari masyarakat disalurkan ke masyarakat lain daripada disalurkan ke BI yang bunganya kecil.

Bunga BI saat dinaikkan memaksa BI harus membayarnya. Kemampuan BI dalam membayar bunga tersebut tentu tidak lahir karena BI memiliki unit usaha di bidang riil seperti jual beli meubel atau konveksi. Kemampuan BI dalam membiayai tersebut tidak lain karena kemampuannya dalam mencetak uang. 

Dengan demikian tidak ada pemusnahan uang lama, sedangkan uang baru oleh BI tetap dicetak, akibatkan uang menjadi bertambah. Selanjutnya nilai uang menjadi turun.

Oleh karena itu cara konvensional dalam pengaturan uang dengan metode imbalan dan jaminan memberikan dampak negatif yang tidak ringan, sebab mampu memiskinkan sebagian besar masyarakat berpenghasilan nominal tetap.

Dengan demikian aturan yang baik dan benar untuk mengatur agar perekonomian bisa tetap berjalan karena uang dapat terus berputar adalah aturan yang berasal dari ekonomi Islam, yaitu aturan yang berasal dari al-Quran dan Hadits Nabi saw. Sebab aturan tersebut mampu membuat uang dapat terus berputar tanpa memberikan efek samping.

Kesimpulan
Lembaga keuangan bank modern seperti bank central dan bank umum, maupun lembaga keuangan non bank seperti pegadaian dan asuransi, baik lembaga keuangan tersebut berbasis konvensional maupun berbasis syariah, adalah lembaga intermediasi yang berfungsi membuat uang dapat terus berputar dengan dua instrument utama yaitu imbalan dan jaminan. Dengan kedua instrument tersebutlah fungsi intermediasi dapat berfungsi. Dan dengan instrument tersebut pemerintah mampu menjalankan kebijakannya dalam mengatur jumlah uang beredar di masyarakat.

Namun cara konvensional tersebut memberikan efek samping yang tidak ringan, dan efek samping tersebut menimpa bagian masyarakat lain yang mereka sendiri kadang tidak melakukan perbuatan penyebab efek samping tersebut. Termiskinkan secara sistematis, terstruktur dan masif, karena efek samping tersebut menjangkiti setiap tahunnya secara rutin. Itulah inflasi, penurunan nilai uang karena bertambahnya jumlahnya.

Adapun QS at-Taubah 34-35 telah memberikan solusi untuk membuat uang dapat terus berputar, sehingga roda perekonomian dapat terus berjalan tanpa memberikan efek samping yang negatif. Sehingga bila aturan ini dapat terealisasi maka dapat dikatakan bahwa keberadaan lembaga keuangan bank dan non bank tidak diperlukan oleh sebab memberi efek buruk. Dengan demikian aturan ekonomi yang baik dan sempurna adalah aturan ekonomi yang berasal dari wahyu Allah Swt sang pencipta, yaitu al-Quran dan Hadits NabiNya.

selesai
Baca kembali jilid 1 dan 2

Daftar Pustaka
Baltaji, Muhammad. 2005. Metodologi Ijtihad Umar bin al-Khathab, Jakarta: Khalifa. 
Deliarnov. 2005. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 
Dewi, Gemala, Aspek-aspek hukum dalam perbankan dan perasuransian syariah di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006.
Hart, Michael H. 2005. 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Batam: Karisma Publishing Group.
Irawan dan M. Suparmoko. 2008. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Karim, Adiwarman A, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.
__________. 2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 
Maksum, Ali. 2008. Pengantar Filsafat dari Masa Klasik hingga Postmodernisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Maliki, Abdurrahman. 2002. Sistem Sanksi dalam Islam. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
__________. 2001. Politik Ekonomi Islam. Jawa Timur: Al-Izzah.
Nabhani, Taqyuddin. 2006. Daulah Islam (ad-Daulah al-Islamiyah). Jakarta: HTI Press.
__________. 2002. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Prspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
__________. 2003. Peraturan Hidup dalam Islam (Nizham al-Islam). Bogor: Pustaka Thariqul Izzah. 
Qardhawi, Yusuf. 1997. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Rahardjo, M. Dawam. 1999. Tantangan Indonesia Sebagai Bangsa (Esai-esai Kritis Tentang Ekonomi, Sosial dan Politik). Yogyakarta: UII Press.
Raharjo, Mugi. 2009. Ekonomi Moneter. Surakarta: UNS Press.
Reksoprayitno, Soediyono. 2000. Pengantar Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Rothermund, Dietmar. 2008. Great Depression Depresi Besar Ekonomi Amerika 1929-1939 dan Dampaknya Terhadap Kehancuran Ekonomi dunia. Yogyakarta: Imperium.
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Ekonisia, Yogyakarta, 2005.
Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus. 1989. Ekonomi – jilid 1. Jakarta: Erlangga.
__________. 1992. Ekonomi – jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Zallum, Abdul Qadim. 2002. Sistem Keuangan di Negara Khilafah. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.

Tidak ada komentar: