Minggu, 05 April 2009

PANDANGAN ISLAM TENTANG KLONING MANUSIA

Oleh: Muhammad Baiquni Syihab


Pendahuluan
               Berawal dari keberhasilan kloning seekor domba benama Dolly, fakta yang menunjukkan bahwa keturunan dapat dihasilkan tanpa adanya pertemuan sel dari dua jenis kelamin yang berbeda, membuat para ilmuan mencoba mempraktikkannya lebih jauh lagi, yaitu pada manusia. Walaupun belum membuahkan hasil, adanya fakta dari kloning seekor domba menurut para ilmuan merupakan awal dari keberhasilan dalam mengkloning manusia, dan apabila ini sampai terjadi dan berhasil, maka babak baru peradaban manusia akan mulai bergulir, yaitu tanpa adanya laki-laki kehidupan akan terus berjalan, kelahiran juru selamat domba-domba tersesatpun akan terungkap dan banyak lagi rahasia ilmu pengetahuan lainnya akan terungkap, walaupun juga dapat dipastikan permasalahan serius dan besar akan segera datang sejalan dengan datangnya keberhasilan kloning manusia.
             Islam yang merupakan agama sempurna tentu saja selayaknya mampu untuk menjawab permasalahan diatas, walaupun didalam teks-teks nashnya tidak kita jumpai kata kloning, dan bahkan faktanya sekalipun.

Metode Pembahasan
                Untuk mengambil sebuah kesimpulan yang benar dalam pembahasan ini, penulis menggunakan metode deduktif. Yaitu suatu metode ushul fiqh yang membenturkan fakta dengan dalil-dalil syara’ yang terkait dengan permasalan tersebut, yaitu kloning manusia. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:
                Pertama, memahami fakta (fahmu al-waqi’), yaitu menggali setiap detil persoalan teknis dari kloning sehingga didapati apa yang sebenarnya terjadi, dan berbagai macamnya dari fakta kloning manusia. Kedua, memahami nash/dalil (fahmu an-nushush), yaitu menghimpun setiap dalil-dalil Qur’an maupun sunnah dan dalil-dalil lainnya yang itu memiliki keterkaitan dengan segala praktek yang ada pada praktek kloning. Dan yang terakhir, ketiga, menarik kesimpulan hukum (Istinbathil ahkam) yaitu membenturkan antara fakta dengan dalil-dalil syara’ yang sudah terhimpun, sehingga dapat ditarik kesimpulan hukum dari fakta kloning tersebut apakah halal, haram, sunah, wajib ataukah makruh.
               Adapun dalam menarik kesimpulan hukum tersebut, penulis berpegang pada tahapan berikut: yaitu mendahulukan dalil Qur’an kemudian Hadits Rasul kemudian Ijma’ Shahabat, dan baru kemudian mempertimbangkan dalil-dalil syara’ yang lain, yang sebenarnya dalil-dalil tersebut tidak disepakati oleh para Imam mazhab fiqh. Yaitu mashalih murshalah, istihsan, ’urf, istihshab dan syar’u man qablana.


Fakta Kloning (Fahmu al-Waaqi’)
               Pada pembuahan yang alami pada manusia, yang terjadi adalah bertemunya sel kelamin laki-laki berupa sel sperma yang berjumlah 23 kromosom, dengan sel telur perempuan yang juga berjumlah 23 kromosom, jadi saat bertemunya kedua sel kelamin tersebut berjumlah 46 kromosom, dan sifat-sifat keturunan yang dihasilkannyapun berasal dari kedua induknya baik dari laki-laki maupun perempuan, yang diantara keturunan-keturunannya tidak akan memiliki corak fisik yang sama, misalkan tinggi, berat dan lebar badan. Begitu pula mereka akan berbeda-beda dari segi potensi akal dan kejiwaan yang sifatnya asli.
                 Berbeda dengan pembuahan yang menggunakan sistem kloning, kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (bukan sel kelamin dari buah zakar) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleusnya) dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur wanita yang telah dihilangkan inti selnya dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau inseminasi buatan. Dengan metode itu, kloning manusia dilaksanakan dengan cara mengambil inti sel dari tubuh seseorang, lalu dimasukkan kedalam sel telur yang diambil dari seorang perempuan. Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah keduanya bercampur kemudian ditransfer kedalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbanyak diri, berkembang, dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami. Keturunan ini akan berkode genetik yang sama dengan induknya, yakni orang yang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.
                Berbeda dengan sel kelamin, sel tubuh yang digunakan untuk pengkloningan manusia sudah memiliki jumlah dua kali lipat dari sel kelamin yang hanya 23 kromosom, yaitu 46 kromosom. Jadi, proses kloning manusia dapat terjadi baik dengan adanya laki-laki maupun tanpa adanya laki-laki. Proses ini terlaksana dengan cara mengambil sel tubuh seorang perempuan saja misalnya, tanpa ada laki-laki, kemudian diambil inti selnya yang mengandung 46 kromosom, atau dengan kata lain diambil seluruh sifat yang akan diwariskan, dan kemudian ditanam pada sel telurnya sendiri juga bisa dengan sel telur orang lain yang telah dibuang inti selnya. Selanjutnya, setelah terjadi penggabungan antara inti sel tubuh dengan sel telur yang telah dibuang inti selnya tadi, kemudian ditransfer kedalam rahimnya sendiri dan juga bisa kedalam rahim orang lain.
Sampai pada tataran ini, maka inti sel tubuh manusia maupun hewan tak ubahnya seperti sel sperma laki-laki yang memiliki potensi benih dan mampu menggantikan posisinya dalam membuahi ovum pada proses pembuahan alami.
                Pewarisan sifat dalam proses kloning, sifat-sifat yang diturunkan hanya berasal dari orang yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh, baik laki-laki maupun perempuan. Dan anak yang dihasilkan akan memiliki ciri yang sama dengan induknya dalam hal penampilan fisiknya, dengan kata lain anak tersebut akan mewarisi seluruh ciri-ciri yang bersifat asli dari induknya. Sedangkan ciri-ciri yang diperoleh melalui hasil usaha, tidaklah dapat diwariskan. Jika misalnya sel diambil seorang ulama yang faqih, atau mujtahid besar, atau dokter ahli, maka tidak berarti si anak akan mewarisi ciri-ciri tersebut, sebab ciri-ciri ini merupakan hasil usaha, bukan sifat asli.
                 Ada jenis lain dari kloning manusia ini, yaitu kloning embrio. Kloning embrio ini didefinisikan sebagai teknik pembuatan duplikat embrio yang sama persis dengan embrio yang terbentuk dalam rahim seorang ibu. Seeorang dokter akan membagi embrio ini menjadi dua sel dan seterusnya, yang selanjutnya akan menghasilkan lebih dari satu sel embrio yang sama dengan embrio yang sudah ada. Lalu akan terlahir anak kembar yang terjadi melalui proses kloning embrio ini dengan kode genetik yang sama dengan embrio pertama.



Dalil Syara’ (Fahmu an-Nushush)
1. Nash Qur’an
Surat an-Najm ayat 45-46
“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan.”
Surat al-Qiyaamah ayat 37-38
“Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (kedalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan.”
Surat al-Hujurat ayat 13
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.”
Surat al-Ahzaab ayat 5
”Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka.”

2. Nash Hadits
Riwayat Ibnu Majah
”Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.”
Riwayat Ibnu Majah
Diriwayatkan dari Abu ’Utsman An Nahri RA, yang berkata, ”Aku mendengar Sa’ad dan Abu Bakrah masing-masing berkata, ’kedua telingaku telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda Muhammad SAW: ”Siapa saja mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram.”
Riwayat ad-Darimi
”Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apapun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya kedalam surga. Dan siapa saja laki-laki mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu dihadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada hari kiamat nanti).”

Hukum Kloning (Istinbathi al-Ahkam)
               Kloning embrio terjadi pada sel embrio yang berasal dari rahim istri, yang terbentuk dari pertemuan antara sel sperma suaminya dengan sel telurnya. Kemudian sel-sel embrio itu dipisahkan agar masing-masing menjadi embrio tersendiri yang persis sama dengan sel embrio pertama yang menjadi sumber pengambilan sel. Hukum kloning embrio ini akan menjadi terbagi dua apabila:
a. Sel-sel embrio tadi ditanamkan kedalam rahim bukan pemilik sel telur, yaitu ditanam pada rahim bukan istrinya ataupun ditanam pada rahim istrinya namun bukan pemilik sel telur, yaitu istri kedua. Maka hukum dari kesemuanya itu adalah haram, sebab terjadi percampuradukkan dan penghilangan nasab (garis keturunan).
b. Sel-sel embrio tersebut ditanamkan kedalam rahim istri pemilik sel telur itu, maka kloning semacam ini mubah hukumnya menurut syara’, sebab kloning seperti ini adalah upaya memperbanyak embrio yang sudah ada dalam rahim perempuan itu sendiri untuk menghasilkan anak kembar.
                Adapun hukum Kloning manusia, baik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas keturunan dengan menghasilkan keturunan yang lebih cerdas, lebih kuat dan lebih rupawan, maupun yang bertujuan untuk memperbanyak keturunan guna meningkatkan jumlah penduduk suatu bangsa agar lebih kuat, maka sungguh akan menjadi bencana dan biang kerusakan bagi dunia. Kloning ini haram menurut hukum Islam dan tidak boleh dilakukan. Adapun sebabnya adalahnya:
a. Anak-anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal cara alami itulah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia dan dijadikanNya sebagai sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunan.
b. Anak-anak produk kloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah. Dan anak produk kloning tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur kedalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel telur, tidak pula akan mempunyai ibu. Sebab rahim perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung, tidak lebih. Dalam kondisi semacam ini anak tersebut tidak memiliki ayah maupun ibu.
c. Kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab, karena proses kloning hanya akan diambil dari sel tubuh laki-laki yang memiliki keunggulan dan sel tubuh perempuan-perempuan pilihan yang memiliki keunggulan saja, tanpa memperhatikan apakah keduanya sudah diikat tali pernikahan atau belum. Ini akan menghilangkan nasab dan mempercampur-adukkan nasab.
d. Memperoduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’, seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ’ashabah, dan lain-lain.
Allah SWT berfirman mengenai perkataan Iblis terkutuk, yang mengatakan: ”...dan akan aku (Iblis) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya.” (QS. An-Nisa’: 119)

Daftar Pustaka
Ma’ruf, Farid, www.konsultasi.wordpress.com/2007/01/13/hukum-kloning
Mizarwati, S.Si.,. Makalah ”Penerapan Teknik-teknik Kloning Gen Dalam Kehidupan Manusia”. Universitas Sumatera Utara.
www.vaonews.com/indonesia/archive/2003-01/a-2003-01/22-13-1.cfm. kloning manusia di Amerika Serikat.
www.mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=112/kloning.
www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=3/. kelahiran manusia kloning diragukan. Sumber: Kompas, 29 Desember 2002.
www.id.wikipedia.org/wiki/kloning.
Zallum, Abdul Qadim, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam, terj. Al-Izzah, Jawa Timur, 1998.



Tidak ada komentar: